PEMERINTAH boleh berbangga karena banyak investasi asing datang untuk membangun infrastruktur di Indonesia. Pemerintah boleh puas karena gampang mendapatkan utang untuk membiayai pembangunan. Pemerintah boleh senang hati karena barang dan jasa jasa dengan mudah dapat diperoleh dari luar negeri untuk mendukung pembangunan.
Namun gemerlap pembangunan besar besaran infrastruktur tersebut telah menyisahkan masalah ekonomi, sosial dan ketahanan nasional yang mengerikan. Bangsa Indonesia terancam punah karena generasi penerusnya mengalami stunting.
Sebanyak 1 dari 3 anak di bawah usia 5 tahun menderita stunting, yang mencerminkan perkembangan otak terganggu yang akan mempengaruhi peluang masa depan anak-anak. (World Bank, 2017).
DR Hariman Siregar menyatakan semua berawal dari gizi dan hygienus (itu artinya pengetahuan, pendidikan) ibu/ortu dan intervensi/subsidi untuk ibu dan anak yang miskin. Sebagaimana diketahui bahwa subsidi telah “diharamkan” dalam sistem ekonomi dan politik kita dewasa ini.
Sebelumnya ratusan anak suku Asmat di papua meninggal disebabkan busung lapar dan gizi buruk. Pemicunya penyakit campak. Tapi karena kondisi gizi yang buruk menyebabkan mereka dengan mudah terserang penyakit dan berujung kematian.
Angka stunting akibat gizi buruk yang menimpa anak anak indonesia adalah terburuk di bandingkan negara negara tetangga di Asia Tenggara. Kondisi ini mutlak mendapat perhatian serius.
DR. Rizal Ramli mengingatkan kepada semua pihak khususnya para aktivis gerakan sosial, para pemerhati lingkungan hidup, para aktivis masalah perempuan dan anak anak, untuk menaruh perhatian terhadap masalah ini. Mengingat stunting merupakan problem besar dan merupakan ancaman terhadap keberlanjutan generasi. Ini buka soal sepele.
Harus diakui memang, sistem ekonomi dan politik yang ada sekarang telah menghasilkan penguasa yang tidak dapat diharapkan kepeduliannya pada masalah masalah semacam ini. Apalagi dintahun politik perhatian itu tampaknya telah hilang sama sekali.
Sementara pembangunan yang dipandu oleh ideologi ultra konservatif ini hasilnya sudah bisa ditebak, sebagian besar pendapatan nasional setiap tahun hanya dinikmati oleh 10 persen masyarakat lapisan atas, sebagaimana ditunjukan oleh koefisien gini 0,40. Sementara hampir separuh rakyat Indonesia berpendapatan dua dolar per hari. Hari ini anak anak Indonesia stunting, akibatnya besok kita akan kehilangan segala galanya.
Oleh Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi Politik