KedaiPena.Com – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump akhirnya mengesahkan Undang-undang (UU) Reformasi Pajak. Undang-undang tersebut adalah reformasi pajak terbesar sejak periode 1980-an.
Trump memangkas pajak untuk korporat dari 35% menjadi 15-21% dan akan mengurangi beban pajak untuk individu. Nilai reformasi pajak yang disetujui sebesar USD1,5 triliun.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI, Heri Gunawan mengatakan, pemerintah Indonesia perlu mengambil pelajaran dari reformasi pajak AS. Sebab, di tengah perekonomian yang sedang tak pasti, AS berani memangkas PPh badan hingga 15%.
“Bandingkan dengan Indonesia yang masih terbilang tinggi yaitu sebesar 25%. Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN saja Indonesia masih tinggi. Untuk diketahui, PPh Singapura 17%, Thailand 23% dan Malaysia 24%,” ujar Heri kepada KedaiPena.Com, Senin (1/1/2018).
Bahkan, Heri menuturkan, saat ini beberapa negara di kawasan ASEAN sedang mengkaji penurunan tarif PPh badan di negara masing-masing. Sebagai contoh, Malaysia tengah mengkaji penurunan tarif PPh badan sampai ke angka 15%.
“Sementara itu, Vietnam akan menurunkan tarif PPh badan dari 20% menjadi 17% setelah sebelumnya sebesar 22%,” ujar Heri.
Kemudian, Heri menerangkan, pemangkasan adalah insentif yang bagus bagi dunia usaha itu bisa menjadi stimulus untuk tumbuh kembangnya usaha nasional di tengah kelesuan ekonomi nasional maupun global.
Heri juga menjelaskan jika pemerintah tetap bertahan dengan kebijakan pajak yang tinggi, maka daya saing perekonomian nasional akan terus terpuruk.
“Bersaing dengan negara-negara kawasan ASEAN saja sudah kerepotan. Di sana, pengusahanya diberi insentif pajak yang lebih rendah sehingga daya saingnya lebih baik,” jelas Heri.
Heri pun berharap agar pemerintah tidak menjadikan pajak sebagai instrumen satu-satunya untuk menutup defisit APBN dan pembayaran bunga utang yang jatuh tempo.
Pajak, tegas Politikus partai Gerindra ini, harus dikembalikan pada tujuannya semula, yaitu sebagai instumen rekayasa pembangunan. Bilamana tetap dijadikan sumber pendapatan utama, maka dalam waktu dekat ini APBN Indonesia pasti akan terancam.
“Mengapa? Karena dunia usaha sebagai motor perekonomian tak bisa berkembang akibat pajak yang terlalu tinggi, belum lagi pungutan dari Pendapatan Negara Bukan Pajak alias PNBP yang mencapai lebih dari 60 ribu jenis pungutan,” tandas Heri.
Laporan: Muhammad Hafidh