KedaiPena.Com- Mahkamah Konstitusi atau MK bakal melanggar kewenangannya jika memutuskan soal sistem terbuka atau tertutup pada Pemilu 2024. Pasalnya sistem pemilu, merupakan kewenangan pemerintah ataupun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Demikian hal tersebut disampaikan Wasekjen DPP Partai Demokrat (PD) Renanda Bachtar menanggapi pengakuan Denny Indrayana yang menyebut MK akan mengembalikan sistem pemilu legislatif ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai.
“Saya konsisten berpendapat bahwa MK di tahun 2008 melebihi kewenangannya untuk memutuskan perubahan Sistem Pemilu dari Tertutup menjadi Terbuka. Begitu pula jika mengulanginya saat ini. Sekali lagi, soal Tertutup atau Terbuka serahkan saja pada Pemerintah atau DPR RI sesuai Tupoksinya,” tuturnya, Selasa, (30/5/2023).
Dengan demikian, lanjut Renanda, Judicial Review ke MK soal Sistem Pemilu patut ditolak. Sebab, MK tidak berwenang untuk memutuskan dan sistem pemilu proporsional terbuka saat ini juga tidak bertentangan dengan UUD NRI 45.
Karena sistem terbuka, kata dia, telah diatur oleh UU Pemilu yang dipayungi oleh Ayat 6 Pasal 22E UUD NRI 45. Namun, dia tetap mendukung apabila ada perbaikan dalam konteks mekanisme dan sistem pemilu yang semakin baik.
“Pada Pemilu selanjutnya, kombinasi antara Tertutup dengan Terbuka mungkin bisa menjadi solusi bagi dua aliran pendapat yang mendukung salah satunya. Tapi pasti buruk hasilnya jika ubah aturan di saat pelaksanaan tahapan Pemilu sudah berlangsung,” beber dia.
Ia melanjutkan, bahwa MK d hanya memiliki kewenangan untuk menguji UU Pemilu atau sebagian pasalnya bertentangan dengan peraturan di atasnya, yakni UUD NRI 1945.
“MK tidak berwenang memutuskan hal lain di luar wilayahnya tersebut,” tegas dia.
Renanda menjelaskan, bahwa sistem pemilu coblos partai (tertutup) atau coblos kader (terbuka) telah diatur dalam UU tersendiri yang merupakan wewenang dari Presiden dan DPR.
Terkait hal tersebut, dia mengutip frasa pada Pasal 22E UUD NRI 45 ayat 3 yang berbunyi bahwa Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.
Menurut Renanda, dalam frasa tersebut tidak dijelaskan model atau sistem pemilihannya, mau pilih coblos partai atau coblos kader partai.
Kemudian, dia kembali mengutip Pasal yang sama yakni 22E ayat 6 yang menyebutkan bahwa Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.
“Sampai di sini jelas bahwa ketentuan lebih teknis mengenai mekanisme, tata cara serta sistem Pemilu diatur oleh UU, yang merupakan produk Pemerintah dan atau/bersama DPR RI. Soal mau coblos partai atau coblos kader partai diputuskan oleh Pemerintah bersama DPR melalui UU Pemilu,” pungkas Renanda.
Laporan: Tim Kedai Pena