KedaiPena.Com – Pernyataan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang mengatakan klaim Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang menyebut jika kondisi masyarakat lebih baik di bawah kepemimpinan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) cukup dijawab Ketua DPC PDIP merupakan bentuk ketidakmampuan menjawab fakta dan kenyataan.
Hal tersebut disampaikan Deputi Strategi dan Kebijakan DPP Partai Demokrat Yan Harahap merespons pernyataan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto yang menjawab klaim dari AHY. Hasto saat ditanya awak media mengatakan bahwa klaim AHY tersebut cukup dijawab para Ketua DPC PDIP.
“Hasto hanya ‘ngeles’ karena ketidakmampuannya menjawab fakta dan kenyataan. Apa yang disampaikan Ketum AHY itu adalah berdasarkan data dan fakta yang beliau temukan ketika berdialog langsung dengan rakyat,” kata Yan, Jumat, (14/10/2022).
Yan menuturkan, bahwa rakyat sendiri yang menyampaikan kepada AHY jika di era SBY dan Demokrat kehidupan masyarakat jauh lebih baik. Yan bahkan mengaku jika banyak yang mengeluh kepada AHY lantaran harga-harga kebutuhan pokok melambung tinggi.
“Harga gas elpiji, listrik hingga BBM juga makin memberatkan beban rakyat,” imbuh Yan.
Yan memandang, rakyat tidak akan mempu mengimbangi kenaikan harga-harga tersebut sedangkan gaji PNS hingga Polri tercatat baru naik 2 kali sebesar 11 persen selama 9 tahun menjabat.
“Bagaimana bisa rakyat mampu mengimbangi kenaikan harga-harga kebutuhan tersebut sedangkan gaji PNS, TNI, Polri tercatat baru 2 kali (11%) naik selama hampir 9 tahun Pak Jokowi menjabat. Bandingkan dengan era Pak SBY yang menaikkan gaji PNS, TNI, Polri sebanyak 9 kali (112%). Ini data dari Kemenkeu,” papar Yan.
Bicara soal fakta kemiskinan, kata Yan, sangat terlihat jelas dari data Kementerian Keuangan tahun 2022 bahwa di era Pemerintahan SBY, 8,6 juta orang keluar dari jerat kemiskinan. Hal ini menunjukkan selama kepimpinan SBY angka kemiskinan turun sebesar 5,8%.
“Sementara Jokowi, dari 2014 hingga sekarang hanya mampu turunkan kemiskinan 1,1%. Jomplang kan?,” jelas Yan.
Yan mengungkapkan untuk urusan pertumbuhan ekonomi di era kepimpinan SBY rata-rata tumbuh hingga 6,3 persen per tahunya.Yan mengatakan bahwa angka tersebut naik 3,5 kali lipat dibanding era Megawati Soekarnoputri.
“Belum lagi bicara soal pertumbuhan ekonomi. Selama di era kepemimpinan Pak SBY rata-rata pertumbuhan ekonomi 6,3%. Jadi naik 3,5 kali lipat dibanding era sebelumnya. Sementara di era Pak Jokowi, sampai saat ini kenaikan 1,3 kali lipat. Jomplang lagi,” jelas Yan.
Tidak hanya itu, kata Yan, Di era SBY kerukunan umat terjaga dengan baik tanpa polarisasi dan ekploitasi politik identitas. Hal ini termasuk kebebasan sipil terjaga baik tanpa adanya kriminalisasi aktivis, pers, oposisi maupun civil society.
“Demokrasi pun tumbuh dan berkembang yang bertumpu pada rule of law dan good governance,” ungkap Yan.
Yan mengaku jika masih ada sejumlah keberhasilan di era pimpinan SBY seperti penurunan rasio utang hingga tenaga honorer yang diangkat menjadi PNS. Yan khawatir jika dipaparkan semua Hasto akan mengalami diare.
“Jadi, ini masih sebagian yang dipaparkan. Belum lagi soal penurunan rasio utang, penurunan angka pengangguran, tenaga honorer yang diangkat jadi PNS, dan lain lain. Kalau dipaparkan semua datanya, takutnya bisa ‘diare’ pula nanti si Hasto,” tandas Yan.
Sebelumnya, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto enggan menanggapi pernyataan ketua umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang membandingkan era kepemimpinan Presiden Jokowi dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Menurut Hasto, klaim yang dibeberkan putera sulung SBY tersebut cukup ditanggapi oleh ketua dewan pimpinan cabang (DPC) di jajaran partainya saja. “Klaim AHY biar dijawab oleh Ketua DPC kami,” kata Hasto saat ditemui di Sekolah Partai DPP PDIP, Kamis (13/10/2022).
Hasto menegaskan bahwa apa yang diungkapkan oleh AHY tersebut bisa dibantah oleh banyak pihak. Sehingga, dirinya sebagai elite di pimpinan pusat PDI-Perjuangan pun tak perlu menjawab klaim tersebut. “Itu tegas ya, karena faktanya banyak,” ujarnya.
Laporan: Tim Kedai Pena