KedaiPena.Com – Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR mempertanyakan langkah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengampuni 73 perusahaan sawit dan tambang beroperasi dalam kawasan hutan. Pasalnya Kementerian, pimpinan Siti Nurbaya ini melakukan pengampunan dosa lingkungan mengacu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Yang paling penting apakah KLHK sudah mempunyai dasar yang kuat, berdasarkan kepentingan negara dan prinsip keadilan serta kerusakan dan dampak lingkungan yang diakibatkan oleh kawasan hutan yang telah berubah menjadi kebun dan tambang,” kata Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PDIP, Ono Surono, Minggu,(28/8/2022).
Ono memandang, jika keputusan tersebut hanya berdasarkan pasal-pasal dalam Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja maka tidak bisa menjadi dasar. Terlebih, kata Ono, masih banyak pihak yang mengatakan UU Cipta Kerja tidak bisa menjadi dasar pasca putusan Mahkamah Konstitusi atau MK.
Diketahui, MK sendiri meminta DPR dan melakukan perbaikan UU Cipta Kerja terutama menyangkut metode omnibus hingga kesalahan rujukan dan kesalahan penulisan.
“Dimana masih banyak pihak mengatakan tidak bisa menjadi dasar pasca Keputusan MK. Saya yakin keputusan tersebut hanya menguntungkan bagi perusahan kebun dan tambang tersebut,” papar Ono.
Ono mengakui, saat ini kawasan hutan sendiri terbagi beberapa kluster yang terdiri dari korporasi, perorangan dan masyarakat. Hal tersebut jika mengacu laporan KLHK tentang kebun-kebun yang menggunakan kawasan hutan dan belum berizin.
“Bila melihat laporan KLHK tentang kebun-kebun yang menggunakan kawasan hutan dan belum berizin, maka terbagi beberapa kluster terdiri dari korporasi dan perorangan atau masyarakat yang seharusnya dibagi-bagi kembali menjadi kluster-kluster berdasarkan luas lahannya,” papar Ono.
Dengan kondisi demikian, Ketua DPD PDIP Jawa Barat (Jabar) menilai, KLHK gegabah dalam mengeluarkan kebijakan tersebut. Sebab, KLHK seharusnya dapat memberikan perlakukan yang berbeda dengan pihak penggarap perorang atau korporasi dalam memberikan sanksi.
“Ada perorangan yang hanya menggarap 2-5 hektar are tapi ada pula perorangan yang menggarap ratusan hektar maka harusnya perlakuannya juga harus beda. Apalagi terkait korporasi yang menggarap ratusan ribu hektar. Sehingga seyogyanya KLHK tidak gegabah mengeluarkan kebijakan itu,” tandas Ono.
Diketahui, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengampuni 73 perusahaan sawit dan tambang yang beroperasi dalam kawasan hutan.
Pengampunan dosa lingkungan ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono mengatakan, pengampunan atau mekanisme penyelesaian bagi perusahaan yang terlanjur beroperasi dalam kawasan hutan ini menggunakan dua pasal.
“Setelah bayar PSDH, baru mereka mendapatkan SK pelepasan kawasan hutan,” kata Bambang dalam rapat panitia kerja Komisi IV DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (22/8/2022).
Bambang tak menyebutkan luas total hutan yang dilepaskan kepada 57 perusahaan itu. Dia hanya bilang bahwa, 24 perusahaan di antaranya menggunakan hutan seluas 87 ribu hektare. Artinya luasan total hutan yang dilepaskan kepada 57 perusahaan bisa mencapai ratusan ribu hektare.
Pengampunan dosa lingkungan ini juga menggunakan Pasal 110B UU Cipta Kerja. Pasal 110B menyatakan bahwa perusahaan yang terlanjur beroperasi dalam kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha, maka dapat melanjutkan kegiatannya asalkan membayar denda administratif.
Bambang mengatakan, penyelesaian menggunakan Pasal 110B sudah dilakukan terhadap 18 subyek hukum. Dua di antaranya adalah pemerintah daerah yang terlanjur menggunakan kawasan hutan untuk pembangunan sarana-prasarana. Sedangkan 16 subyek hukum lainnya adalah perusahaan pertambangan.
“Total nilai denda dari 18 subyek hukum ini adalah Rp81 miliar,” papar dia.
Laporan: Muhammad Hafidh