KedaiPena.com – Menanggapi berita masifnya gerakan Amerika Serikat dan sekutunya memasuki wilayah Asia Pasifik, Pengamat Geopolitik Hendrajit menyatakan sejak Amerika Serikat mencanangkan Strategy Indo-Pasifik yang dikenal dengan US Indo-Pacific Strategi, Amerika tidak cuma menggalang persekutuan dengan negara-negara Asia Pasifik di bidang ekonomi dan perdagangan tapi juga memperluas lingkupnya ke Pakta Pertahanan. Seperti terbentuknya persekutuan 4 negara (AS, Australia, Jepang dan India) yang dikenal dengan nama QUAD.
“Strategi Indo-Pasifik AS sebagai pengganti Trans Pacific Partnership (TPP) atau Kerjasama Lintas Pasifik, menggabungkan kerjasama ekonomi perdagangan plus persekutuan militer. Tujuan strategisnya, membendung pengaruh Cina yang kian menguat di Asia Pasifik,” kata Hendrajit, Kamis (11/7/2024).
Ia menyebutkan Washington merasa kalah set dalam persaingan global secara nirmiliter atau Soft Power.
Alasannya, seperti keberhasilan Cina dalam menggalang kerjasama dengan ASEAN maupun Asia Selatan dan Asia Tengah, yang mengaitkan ekonomi dan konektivitas geografis lewat Skema Jalur Sutra Maritim, maka praktis Cina mampu menggalang persekutuan alami dengan beberapa negara di Asia Tenggara, Asia Tengah dan Selatan, dan juga Afrika.
“Lantaran ketinggalan menghadapi pendekatan soft power Cina di Asia Pasifik, maka sejak era Donald Trump AS mencoba menebus ketinggalannya dengan mengondisikan pendekatan Hardpower,” ucapnya.
Jadi, menurut Hendrajit, adanya niat NATO untuk menggalang persekutuan dengan negara negara Asia Pasifik, memang sudah tercantum dalam US Indo-Pacific Strategy, National Defense Strategy dan National Defense Strategy, yang dirilis pada 2017.
“Makanya selain QUAD, kemudian disusul dengan AUKUS yang merupakan kerjasama AS, Inggris dan Australia. Selain itu muncul varian selanjutnya. Persekutuan militer AS-Jepang maupun Australia dan Jepang yang sifatnya bilateral,” ucapnya lagi.
Ia menilai maraknya pakta militer AS dengan beberapa negara di Asia Pacific masih taraf perang urat syaraf memanaskan suhu eskalasi konflik di kawasan Asia Pacific.
“Maka itu tema sentral yang mereka usung adalah perlunya kerjasama keamanan maritim di wilayah Laut Cina Selatan. Agar negara-negara di Asia tersugesti bahwa saat ini keadaan genting sehingga soft power harus diubah jadi hardpower. Namun Indonesia, Vietnam, meski terkesan dekat dengan AS maupun Cina, hingga hingga kini masih berpegang pada ZOPFAN (ZONE OF PEACE, FREEDOM and NEUTRALITY) ASEAN. Yang salah satu kata kuncinya adalah non-intervention dari negara negara besar,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa