Artikel ini ditulis oleh Pengamat Ekonomi Salamuddin Daeng
DALAM laporan keuangan 2020 menunjukkan Perusahaan Gas Negara (PGN) mengalami masalah keuanga yang buruk. Perusahaan dilaporkan merugi besar tanpa harapan dan jalan keluar.
Keuntungan sebelum pajak negatif atau merugi USD -175.36 juta. Ini kerugian yang sangat memukul keuangan negara sekaligus. Sebab kalau perusahaan merugi maka pajaknya minim. Setelah membayar pajak tahun 2020 senilai USD -40.41 juta kerugian perusahaan menjadi USD -215.77 juta.
Selanjutnya setelah membayar bunga dan lain-lain, kerugian perusahaan menjadi USD -215.77. Jika dikalikan dengan kurs 14.500 per USD, maka kerugian PGN tahun 2020 mencapai Rp3,12 triliun lebih.
Tidak ada gambaran bagaimana PGN akan mengatasi kerugian yang akan terus bertambah dari tahun ke tahun. Sementara pada bagian lain tekanan keuangan kian berat baik karena situasi global maupun domestik.
Masalah Keuangan Kian Menumpuk
Bayangkan saja, di saat kerugian triliunan rupiah mendera PGN, pada bagian lain beban keuangan perusahaan kian meningkat. Hal ini terlihat dalam gambaran laporan keuangan.
Liability atau kewajiban perusahaan meningkat dari USD 4.14 miliar pada tahun 2019, menjadi USD 4.58 miliar pada tahun 2020. Peningkatan kewajiban yang mengkhawatirkan di saat penurunan penerimaan perusahaan yang sangat signifikan.
Utang terhadap equity perusahaan meningkat dari 85,04 % pada tahun 2019 menjadi 104,66% pada tahun 2020. Ini akan menjadi sumber tekanan besar di masa mendatang karena kecenderungan utang akan terus bertambah.
Adapun utang besar bersumber obligasi perusahaan meningkat menjadi USD 1,964,322,891 pada tahun 2020 atau sebesar Rp28,48 triliun. Utang komersial yang harus dibayar mahal untuk membangun infrastruktur publik.
Sementara utang pada bank dan kepada pemegang saham juga sangat besar yakni mencapai USD 493,74 juta atau senilai Rp7,16 triliun.
Total utang atau liability perusahaan saat ini tampaknya akan menjadi beban sangat besar bagi perusahaan. Liability perusahaan mencapai USD 4,58 miliar atau senilai Rp. 66,39 triliun.
Kewajiban bunga atau beban keuangan mencapai USD 171,32 juta atau Rp. 2,5 triliun. Kewajiban bunga yang setara dengan 5 sampai dengan 6 kali total gaji seluruh karyawan PGN.
Tanpa Jalan Keluar
Revenue perusahaan menurun sangat tanah, dari USD 3,84 miliar menjadi USD 2,88 miliar, penurunan penerimaan senilai 1 miliar dolar ini adalah sumber masalah utama keuangan PGN.
Sedangkan perusahaan menolak mengakui bahwa Covid-19 berdampak pada keuangan. Manajemen telah menilai dampak dari kejadian ini, Covid 19, terhadap kegiatan operasional grup dan meyakini bahwa tidak ada dampak negatif yang signifikan yang perlu diperhitungkan dalam jangka pendek walaupun dampak jangka panjang sulit untuk diprediksi saat ini.
Artinya dalam laporan keuangan tahun ini covid 19 bukan sebab penurunan penerimaan. Sementara tekanan pada perusahaan telah datang dari regulasi dalam bentuk peraturan yang mewajibkan PGN menurunkan harga gas menjadi 6 dolar per MMBTU untuk industri dan PLN. Ini akan semakin menekan penerimaan PGN di masa masa mendatang.
Tekanan keuangan lain datang dari sengketa pajak yang dihadapi PGN termasuk sengketa pajak yang menimbulkan kewajiban membayar kepada pemerintah pada tahun 2020. Walaupun proses hukum masih berlanjut.
Sementara kewajiban untuk membangun infrastruktur semakin membesar dikarenakan berbagai keharusan yang dibebankan dalam target target yang ingin dicapai pemerintah.
Ini semua akan diatasi dengan utang. Karena harga saham perusahaan pun sudah lama menunju menukik ke bawah. Apakah masih ada harapan lepas dari kebangkrutan? Wallahualam.
[***]