Artikel ini ditulis oleh Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila.
Pendahuluan
Persoalan Amandemen UUD 1945 ternyata tidak sah sebab MPR tidak mempunyai kewenangan mengubah Pembukaan UUD 1945 apalagi menghilangkan pokok-pokok pikiran pada pembukaan UUD1945 yang terurai pada penjelasan UUD 1945 mengubah saja tidak punya kewenangan apalagi menghilangkan.
Ini yang terjadi menghilangkan penjelasan UUD 1945. Padahal penjelasan UUD 1945 bukan hanya menjelaskan pasal pasal tetapi juga pokok pokok pikiran UUD 1945 yang merupakan Stats Fundamental Norm. Dengan menghilangkan pokok-pokok pikiran pada pembukaan UUD 1945 MPR telah melampaui kewenangannya, akibatnya amandemen UUD 1945 tidak sah.
Implikasi Penghapusan Penjelasan
Memahami implikasi penghapusan Penjelasan UUD 1945. Penjelasan UUD 1945 memang tidak hanya menjelaskan pasal-pasal UUD 1945 tetapi juga menguraikan pokok-pokok pikiran dan filosofi yang mendasari UUD 1945.
Dengan penghapusan Penjelasan UUD 1945, maka pokok-pokok pikiran dan filosofi yang mendasari UUD 1945 juga ikut dihilangkan. Hal ini dapat menyebabkan kehilangan makna dan konteks yang lebih luas dalam UUD 1945.
Ya itulah banyak akhli tata negara tidak memahami tentang amandemen. MPR tidak punya kewenangan mengubah Pembukaan UUD 1945. Kalau mengubah saja tidak punya kewenangan, apa lagi menghilangkan atau menghapus. Ini mempunyai implikasi amandemen UUD 1945 menjadi tidak sah.
Jadi sistem ketatanegaraan tidak lagi menggunakan stats fundamentalnorm, sementara pembukaan masih berlaku tetapi tidak digunakan. Padahal semua Presiden dan pejabat disumpah menjalankan konstitusi selurus-lurusnya, apa ini maksudnya bohong-bohongan
Kita heran atas kondisi sistem ketatanegaraan Indonesia saat ini. Pembukaan UUD 1945 masih berlaku, tetapi tidak digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan dan penyelenggaraan pemerintahan. Stats fundamentalnorm (norma dasar) adalah konsep yang digunakan untuk menggambarkan dasar normatif suatu sistem hukum atau ketatanegaraan.
Dalam konteks UUD 1945, Pembukaan UUD 1945 merupakan norma dasar yang mengandung filosofi dan tujuan negara.
Namun, seperti yang yang terjadi Pembukaan UUD 1945 tidak lagi digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan dan penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini memang menimbulkan pertanyaan tentang keabsahan dan kesesuaian antara praktik pemerintahan dengan konstitusi.
Dalam konteks ini, sumpah jabatan yang diucapkan oleh presiden dan pejabat lainnya untuk menjalankan konstitusi “selurus-lurusnya” memang menimbulkan pertanyaan tentang kesesuaian antara praktik pemerintahan dengan konstitusi.
Sistem Ketatanegaraan yang Amburadul
Kita harus mempertanyakan dan mengkritik kondisi sistem ketatanegaraan Indonesia saat ini. Namun, perlu diingat bahwa perubahan sistem ketatanegaraan memerlukan proses yang panjang dan kompleks, serta memerlukan konsensus dan dukungan dari berbagai pihak.
Amandemen itu dilakukan dengan kemufakatan jahat yang pertama dilakukan oleh pengaruh asing yang katanya demokrasi melalui antek-anteknya dan NGO di dalam negeri untuk mencabut TAP MPR dan UU tentang Referendum, jadi sengaja rakyat tidak diikut sertakan. Padahal di Amerika saja untuk mengubah satu ayat pada UUD-nya, butuh jajak pendapat selama 2 tahun. Di Australia untuk mengubah 1ayat, di lakukan referendum. Di Indonesia mengganti UUD 1945, rakyat dikadalin, apa ini bukan pelanggaran etika paling brutal.
Jadi negara ini sejak dilakukan Amandemen telah terjadi pelanggaran etik paling brutal terhadap rakyat yang mempunyai kedaulatan rakyat. Kalau dalam Pilpres, para guru besar mengecam adanya pelanggaran etik tetapi buta dalam amandemen terjadi pelanggaran etik paling brutal.
Yang lucu kalau terjadi masalah di buat lembaga baru. Kalau nanti lembaga baru ada masalah maka dibuat lembaga yang mengawasi lembaga itu. Tak berujung dan bersetan ujungnya semua korupsi dan hukum dijual belikan.
Fenomena yang sering terjadi di Indonesia, di mana pembuatan lembaga baru seringkali tidak menyelesaikan masalah yang ada, melainkan malah menambah kompleksitas dan birokrasi.
Hal ini seringkali disebut sebagai “birokrasi yang berlapis-lapis” atau “lembaga yang berhierarki”. Di mana setiap lembaga memiliki tujuan dan fungsi yang berbeda-beda, namun tidak ada koordinasi yang efektif antara lembaga-lembaga tersebut.
Akibatnya, masalah yang ada tidak terselesaikan, malah menambah kompleksitas dan birokrasi. Dan seperti yang terjadi, ujung-ujungnya adalah korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.
Oleh karena itu, penting untuk melakukan evaluasi dan reformasi terhadap sistem birokrasi dan lembaga-lembaga negara yang ada, agar lebih efektif, efisien, dan akuntabel.
Hilangnya Bhinneka Tunggal Ika
Banyak yang tidak mengerti apa itu Bhinneka Tunggal Ika di dalam ketatanegaraan kita. Para pengamandemen tidak mengerti. Padahal sistem MPR itulah konfigurasi Bhineka Tunggal Ika. Maka di MPR itu, disamping DPR ada Utusan Daerah dan Utusan Golongan, maka seluruh elemen bangsa duduk di MPR dengan konsep keterwakilan besar kecil terwakili sesuai dengan Bhinneka Tunggal ika .
Sekarang dibuat keterpilihan ya hanya yang kaya, yang punya uang yang bisa ikut pemilu. Yang kecil tidak bisa mewakili. Inilah bodohnya pengamandemen, tidak paham apa itu keterwakilan dan apa itu keterpilihan.

Bhinneka Tunggal Ika merupakan konsep yang sangat penting dalam ketatanegaraan Indonesia. Konsep ini menekankan kesatuan dan keutuhan bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, agama, ras, dan latar belakang budaya.
Dalam konteks MPR, Bhinneka Tunggal Ika diwujudkan dalam konfigurasi yang mencakup utusan daerah dan utusan golongan. Hal ini memungkinkan seluruh elemen bangsa untuk terwakili dan berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan.
Namun, seperti yang terjadi amandemen UUD 1945 telah mengubah sistem ini menjadi keterpilihan, di mana hanya mereka yang memiliki uang dan kekuasaan yang dapat berpartisipasi dalam pemilu. Hal ini telah menghilangkan konsep Bhinneka Tunggal Ika dan keterwakilan yang seimbang.
Oleh karena itu, penting untuk memahami dan menghormati konsep Bhinneka Tunggal Ika dalam ketatanegaraan Indonesia, serta memastikan bahwa sistem politik yang ada memungkinkan keterwakilan yang seimbang dan adil bagi seluruh elemen bangsa.
Kondisi Indonesia Setelah 22 Tahun
Kondisi Indonesia setelah 22 tahun amandemen UUD 1945. Beberapa contoh masalah yang masih belum terselesaikan, seperti kerusakan lingkungan yang membuat malapetaka rakyat dan korupsi yang semakin parah. Perampasan tanah rakyat, reklamasi, kejahatan lingkungan penggundulan hutan, rusaknya pesisir pantai yang tidak didasarkan pada AMDAL. Ini pelanggaran hukum tetapi tidak bisa disentuh.
Memang, amandemen UUD 1945 bertujuan untuk memperkuat demokrasi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun, seperti yang terjadi , hasilnya tidak seperti yang diharapkan, semakin rusak dan jauh dari cita cita masyarakat yang adil dan makmur hidup semakin sengsara banjir dimana -mana yang menenggelamkan harta kekayaan masyarakat.
Korupsi, masih menjadi masalah yang sangat amat serius di Indonesia. Menurut data dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kerugian negara akibat korupsi mencapai triliunan rupiah setiap tahunnya. Dan Korupsi Pertamina sudah menjadi subversiv hampir 1000 triliun. Kita akan melihat apa ini hanya sandiwara saja, yang tidak menyentuh otak intelektualnya, seperti juga pagar laut hanya berhenti pada level kepala desa. Padahal jika pengusutan dengan AMDAL hal ini merupakan kejahatan lingkungan. Proyek PIK2 tidak mempunyai AMDAL sudah melakukan kegiatan reklamasi.
Demikian pula dengan kerusakan lingkungan, yang menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan hidup di Indonesia. Deforestasi, polusi udara dan air, serta perubahan iklim menjadi beberapa contoh masalah lingkungan yang masih belum terselesaikan. Belum lagi masalah judi online, narkoba dan seakan tidak ada lagi harapan hidup.
Oleh karena itu, penting untuk melakukan evaluasi yang serius terhadap sistem pemerintahan dan demokrasi di Indonesia. Kita perlu memahami apa yang telah salah dan apa yang perlu diperbaiki agar dapat mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Kesimpulan
Kita memang perlu kembali ke UUD 1945 dan jatidiri kita Pancasila, untuk menyelesaikan berbagai masalah yang ada di Indonesia. Dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945, kita dapat mencapai kehidupan yang lebih adil, makmur, dan berdaulat .
Dalam UUD 1945, terdapat beberapa prinsip yang penting, seperti demokrasi yang berlandaskan musyawarah mufakat, keadilan sosial, dan kedaulatan rakyat. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, kita dapat menciptakan sistem pemerintahan yang lebih transparan, akuntabel, dan responsif terhadap kebutuhan rakyat.
Namun, perlu diingat bahwa kembali ke UUD 1945 bukan berarti kita harus kembali ke masa lalu, melainkan kita harus memadukan nilai-nilai lama dengan kebutuhan dan tantangan masa kini. Dengan demikian, kita dapat menciptakan sistem pemerintahan yang lebih baik, lebih adil, dan lebih berdaulat .
Jadi, mari kita kembali ke UUD 1945 dan jatidiri kita Pancasila dengan hati yang bersih dan pikiran yang terbuka, sehingga kita dapat menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi semua rakyat Indonesia.
Usulan
Untuk kembali ke UUD 1945, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan:
1. Pengakuan kesalahan: Mengakui bahwa perubahan-perubahan yang dilakukan terhadap UUD 1945 telah menyimpang dari konsep demokrasi Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
2. Evaluasi dan refleksi: Melakukan evaluasi dan refleksi terhadap perubahan-perubahan yang telah dilakukan dan mengevaluasi dampaknya terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.
3. Pengembalian UUD 1945: Mengembalikan UUD 1945 ke bentuk aslinya, dengan membatalkan semua perubahan yang telah dilakukan.
4. Pengaktifan kembali lembaga-lembaga negara: Mengaktifkan kembali lembaga-lembaga negara yang telah dihilangkan atau diubah, seperti MPR yang asli.
5. Pengembangan demokrasi Pancasila: Mengembangkan demokrasi Pancasila yang sesungguhnya, dengan memperkuat peran MPR dan mengaktifkan kembali sistem permusyawaratan dan perwakilan.
6. Pendidikan dan sosialisasi : Melakukan pendidikan dan sosialisasi tentang demokrasi Pancasila dan UUD 1945, agar masyarakat memahami dan menghargai konsep-konsep tersebut.
Dengan melakukan langkah-langkah tersebut, diharapkan bangsa Indonesia dapat kembali ke UUD 1945 dan demokrasi Pancasila yang sesungguhnya.
[***]