KedaiPena.Com – Menurut United Nations World Tourism Organization (UNWTO), pariwisata itu harus mengandung empat unsur yakni, ‘pro-growth’, ‘pro-job’, ‘pro-poor’ dan ‘pro environment’. Jadi pariwisata tidak sekedar mengejar untung atau profit.
Demikian disampaikan Doktor Ilmu Pariwisata jebolan Universitas Padjadjaran (Unpad) Hery Cahyadi kepada KedaiPena.Com, belum lama ini.
“Kalau saya melihat, banyak di beberapa daerah atau destinasi wisata di Indonesia, hanya mengedepankan angka kunjungan wisatawan. Tapi harus hati-hati juga jumlah,” tegas dia.
Memang secara garis lurus berhubungan dengan pemasukan tapi pemasukan buat siapa dulu. Kalau pemasukannya sekedar buat pengusaha itu percuma. Sebab, yang kita cari adalah ‘benefit’ yang bisa diambil berbagai pihak dari kegiatan pariwisata.
“Kita bisa ambil beberapa contoh di beberapa tempat pariwisatanya berkembang, tapi masyarakatnya tetap miskin karena ‘trickle down effect’-nya tidak menyentuh sampai masyarakat. Jangan sampai kita mengembangkan pariwisata, kemudian yang mendapat keuntungannya justru orang luar,” jelas dia.
Yang tambah miris, di beberapa tempat yang potensinya daya tarik wisatanya luar biasa, banyak resort-resort yang menerapkan yang disebut dengan ‘All Inklusif Resort’ atau ‘All Inklusif Bisnis’. Jadi sifat resortnya tertutup.
“Jadi yang mengatur perjalanan wisatanya itu dari mereka, mulai keluar rumah sampai ke resort. Itu semua diatur oleh resort itu. Begitu sampai resort mereka tidak berinteraksi dengan masyarakat, sehingga masyarakat tidak mendapat apa-apa. Hal itu yang terjadi di Wakatobi, di Raja Ampat, bahkan di Karimun Jawa, di Alor itu juga ada,” kecewa pengajar di STP Bandung ini.
Dan pola pariwisata seperti itu, tidak menyentuh sama sekali ke masyarakat. Masyarakat cuma kebagian sampahnya saja. Dan itu yang sebenarnya sangat disayangkan.
(Prw)