KedaiPena.Com – Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok benar-benar harus belajar soal penistaan agama. Di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat, yang menjadi gubernur juga dari penganut agama minoritas, namun di dua daerah itu tak terjadi aksi protes sebesar di Jakarta.
“Kemarahan publik pada Ahok adalah akumulasi atas persepsi bahwa selaku penguasa, Ahok terkesan pongah. Enteng saja ia memaki ibu rakyat kecil dengan sebutan maling. Itu ia lakukan dihadapan banyak orang. Apakah Ahok tak berpikir ibu itu punya anak, saudara yang menyaksikan adegan itu,” kata Denny Januar Ali, atau biasa disapa Denny JA, pendiri Lembaga Survei Indonesia (LSI) kepada KedaiPena.Com, Sabtu (5/11).
Enteng saja Ahok bicara di TV dengan menyebut, (maaf) tai (kotoran). Padahal TV itu ditonton anak-anak. Bagaimana jika anak-anak itu meniru Ahok. Dan mengatakan, Ahok saja boleh kok ngomong tai di TV. Enteng saja Ahok mengatakan bersedia membunuh 2000 orang untuk melindungi 10 juta.
Enteng saja ia menggusur rakyat kecil yang sebagian tak selayaknya ia perlakukan seperti itu. LBH bahkan ikut mendampingi kasus rakyat tergusur. Enteng pula Ahok mengecilkan partai politik. Tapi kemudian ia justru maju melalui partai politik.
“Luka dan kemarahan atas Ahok sesungguhnya sudah lama dan terakumulasi. Ketika ia menyebut surat Al Maidah, itu sesungguhnya menjadi gong. Mereka yang memang marah karena alasan agama bertemu dengan mereka yang marah karena alasan lain. Namun Ahok tentu berhak atas keadilan. Hukum nasional adalah tempat yang paling baik buatnya. Ahok harus dianggap  tak bersalah sampai hakim memutuskan sebaliknya,” tambah dia.
“Semoga kasus Ahok dapat memperkuat kembali kita sebagai bangsa. Pancasila, NKRI dan Bhinekka Tungga Ika, serta Indonesia Tanpa Diskriminasi menjadi panduan kolektif kita,” tandasnya.
Laporan: Reddy Tendean