KedaiPena.Com – Pada era reformasi, spirit reformasi dituangkan ke dalam TAP MPR XI/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersih bebas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Hal ini diperkuat dengan TAP MPR VIII/2001 tentang arah kebijakan pemberantasan dan pencegahan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Tujuannya, agar Indonesia bisa menjadi negara maju di dunia, tidak terjebak dalam status negara berkembang.
Aktivis Pergerakan GEMA 77-78 se Indonesia, Drs. Hannan Situpora menilai bahwa korupsi, kolusi dan nepotisme merupakan tindakan yang sangat merugikan negara. Hal ini mengakibatkan melambatnya pertumbuhan ekonomi suatu negara, meningkatnya kemiskinan, meningkatnya ketimpangan pendapatan.
“Dampak korupsi dapat dirasakan dalam berbagai bidang. Pendapatan negara dan rakyat Indonesia sudah sangat jauh tertinggal dari negara yang dulunya sama miskin seperti Malaysia, Cina dan Korsel,” ujar dia dalam keterangan pers yang diterima redaksi, Selasa (18/1/2022).
Ia menambahkan, KKN bisa saja terjadi melalui kebijakan kekuasaan yang dimanulatif, berkolaborasi dengan pengusaha atau perusahaan yang bermasalah, sehingga secara lansung atau tidak langsung akan memberikan keuntungkan bagi keluarga yang berkuasa.
“Kesamaan di hadapan hukum berarti setiap warga negara harus diperlakukan adil oleh aparat penegak hukum dan pemerintah, tidak ada perbedaan bagi Presiden maupun keluarga/ anaknya sekalipun. Setiap aparat penegak hukum terikat secara konstitusional dengan nilai keadilan yang harus diwujudkan dalam praktik, untuk menegakkan equality before the law.
Teladan Umar bin Khattab RA patut menjadi padanan, sebelum melarang atau menegur orang lain, terlebih dahulu dia memulai dari keluarganya. Beliau memberi peringatan kepada keluarganya dan berkata. “Orang-orang memandang kalian seperti daging santapan burung, kalau saya mendengar di antara kalian ada yang melakukan kesalahan, maka saya akan melipatgandakan hukuman untuk kalian”.
Aktivis 77/78 mengamati apa yang diperjuangkan oleh saudara Ubedilah Badrun sebagai seorang akademisi yang berintegritas melalui riset dan kajiannya yang kemudian melakukan pelaporan terhadap kedua anak Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep ke KPK atas kasus dugaan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Mengingat apa yang kami uraikan diatas, tentang spirit Reformasi melalui TAP MPR XI/1998 dan TAP MPR VIII/2001, karena KKN berdampak sangat merugikan Negara, menegakkan Equality before the law, Aktivis Pergerakan 77-78 menyatakan dukungan kepada Dosen UNJ, Ubedillah Badrun, pelapor kedua anak Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep ke KPK atas kasus dugaan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Kami mendukung upaya berbagai pihak yang ingin mengurangi dan membasmi dengan signifikan perilaku KKN dalam segala bentuk, untuk hal tersebut mendesak agar KPK segera melakukan proses penyidikan secara tuntas tentang pelaporan tersebut dengan mengabaikan semua tekanan dari pihak manapun,” lanjut dia.
Aktivis 77/78 mengingatkan kepada berbagai pihak dengan yang melakukan kegiatan negatif berbagai cara, berupa pengaduan, bullyan, ancaman baik lisan maupun fisik kepada pelapor ataupun kepada KPK yang memproses perkara tersebut, adalah kegiatan menghalang-halangi proses hukum Korupsi akan berhadapan dengan tuntutan pidana.
“Mendesak agar Presiden Jokowi sadar-sesadar-sadarnya dalam masa akhir jabatannya segera membuktikan ucapan dengan perbuatannya untuk memberantas korupsi. Dengan memperkuat KPK “bukan melemahkan” peran KPK,” imbuh dia yang didukung oleh 53 aktivis 77/78.
Laporan: Muhammad Lutfi