KedaiPena.Com – Indonesia adalah negara yang menganut paham demokrasi yang taat pada asas Pancasila sebagai pedoman dalam berbangsa dan bernegara.
Hal ini tercermin dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945 menentukan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat.
Demikian disampaikan Zulfahri Sultan, Humas Aksi Gabungan Komando Sulsel, Prodem Sulsel dan STIEM Bongaya, Sabtu (28/10).
“Indonesia adalah negara Hukum semua sama di mata Hukum (equality before the law) akan tetapi tiga tahun terakhir di bawah rezim Jokowi-JK, melihat asas tersebut kini mulai tak berjalan sebagaimana amanah dari UU itu sendiri,” tegas dia.
Hal itu terlihat dari beberapa rentetan peristiwa berbagai elemen dalam tiap unjuk rasa mahasiswa, pemuda, masyarakat dan kaum miskin kota. Hanya untuk menyampaikan aspirasi senantiasa disambut dengan sikap represifitas berujung pada kriminalisasi.
“Hal ini dilakukan melalui alat negara Polri dengan sikap keberingasan tanpa memperhatikan protap sebagaimana mestinya, jauh dari sikap Tribrata,” seru dia.
Selain itu, rezim juga membiarkan para koruptor e-KTP papa minta saham melalui praperadilan dengan bangga, bahwa hal tersebut baik baik saja, kasus PT Pelindo II yang merugikan keuangan negaara Rp.32,6 miliar, dana talangan Century, BLBI dal lain.
“Sampai hari ini tidak ada pengembangan kasusnya, padahal kasus tersebut yang merugikan negara. Inilah yang harus diselesaikan oleh pemerintah, bukan malah melahirkan UU ormas akibat kepanikan yang tak berujung,” ujar dia lagi.
“Di tengah cengkraman asing dan aseng yang menggerogoti bumi pertiwi, hanya demi kuasa, nama dan tahta rela hancurkan negara tercinta, ah celaka,” kecewa Zulfahri.
Rezim Jokowi-JK juga seharusnya mampu berfikir untuk merealisasikan apa yang menjadi harapan masyarakat Indonesia melalui program nawacita sebagai andalan. Sayangnya hal ini beruah duka cita.
“Salahkah jika rakyatmu mempertanyakan itu? Dan haruskah dibungkam setiap unras dengan memenjarakan para ulam, habaib, mahasiswa serta kaum miskin kota? jika menutut janji yang hanya manis di bibir saja? Semua itu kau fitnah, entahkah dinilai intoleransi, teroris, radikal, hingga makar terlontar dari mulut rezim panik Jokowi-Jk, tanpa melihat secara konfrehensif, tidak objektif, diktator dalam mengambil sebuah keputusan,” Zulfahri menjelaskan.
Mahasiswa pun mengecam kriminalisasi Imanuel silaban, (USU), Andry Tulus Sianturi, Wildan Wahyu Nugroho (UNS) dan Panji Laksono (IPB). Dua nama terakhir menjadi tersangka pasca aksi BEM SI mengkritisi tiga tahun Jokowi-JK di Istana.
Hal tidak terlepas dari sikap rezim panik yang menjauh dari cita-cita berbangsa dan bernegara, dan mereduksi dalam setiap langkah juang demi melihat keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Kami mendesak cabut nandat DPR/MPR, copot Kapolri, Jokowi-JK untuk mundur dari jabatannya. Kami mengutuk segala bentuk diskriminalisasi dalam dunia pendidikan PTS/PTN. Tangkap dan adili pelaku tindakan kriminalisasi oknum pihak kampus USU serta meminta Mendikbud copot Rektor USU.
Dalam aksinya, mahasiswa melakukan lingmarch dari Kampus Unimuh menuju UIN Alauddin, Makassar. Selain itu, mereka juga sempat menyandera truk.
Laporan: Galuh Ruspitawati