KedaiPena.com – Mahkamah Konstitusi telah menyatakan bahwa UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja cacat formil dan inkonstitusional bersyarat. Lebih lanjut, MK menyatakan bahwa tidak dibenarkan untuk mengambil tindakan atau kebijakan strategis dan berdampak luas, termasuk menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU No. 11 Tahun 2020 Cipta Kerja.
Hal ini disampaikan Hakim Konstitusi dalam sidang pembacaan putusan atas Perkara Nomor Nomor 91/PUU-XVIII/2020, 103/PUU-XVIII/2020, 105/PUUXVIII/2020, 107/PUU-XVIII/2020 dan Nomor 4/PUU-XIX/2021, serta Nomor 6/PUU-XIX/2021 atas Uji Formil dan Uji Materil Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, pada 25 November 2021.
Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua MK dalam sidang uji formil UU 11/2020 Cipta Kerja yang disiarkan secara daring.
“Menyatakan pembentukan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai tidak dilakukam perbaikan dalam waktu dua tahun sejak putusan ini diucapkan,” kata Anwar.
Pertimbangan putusan ini adalah Mahkamah menilai metode penggabungan atau omnibus law dalam UU Cipta Kerja tidak jelas. Apakah pembuatan UU baru atau revisi.
Dan UU Cipta Kerja juga tak memegang azas keterbukaan pada publik. Walaupun audah melakukan pertemuan dengan berbagai pihak tapi dinilai belum sampai pada tahap substabsi UU. Selain itu, draf UU Cipta Kerja dinilai tak mudah diakses publik.
Koordinator Tim Advokasi Gugat Omnibus Law Janses Sihaloho, yang merupakan kuasa hukum dari para pemohon yang tergabung dalam KEPAL (Komite Pembela Hak Konstitusional) menyatakan bahwa inkonstitusional bersyarat menjadikan DPR dan pemerintah dalam memperbaiki UU Cipta Kerja haruslah sesuai perintah Hakim Konstitusi.
“Yaitu perlu adanya landasan hukum omnibus law, adanya partisipasi publik yang bermakna, dan perubahan materi,” kata Janses melalui keterangan tertulis, Kamis (25/11/2021).
Hal yang sama, juga disampaikan Gunawan. Yang mewakili Pemohon dari Indonesia Human Right Committee for Social Justice (IHCS). Ia menyatakan bahwa putusan MK ini menjadikan bangsa Indonesia memiliki pedoman tentang tata tertib pembentukan peraturan perundang-undangan sesuai dengan mandat konstitusi.
Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ), yang sekaligus sebagai Pemohon Uji Formil, Rachmi Hertanti, menilai putusan Mahkamah Konstitusi telah menjadi dasar hukum yang kuat untuk menunjukkan bahwa UU Cipta Kerja telah bertentangan dengan UUD 1945.
“Meskipun masih terdapat inkonsistensi dari putusan MK tersebut. Tapi ini adalah kemenangan kecil rakyat atas inkonstitusional Omnibus Law UU Cipta Kerja. Perjuangan masih tetap harus dilanjutkan mengingat Hakim MK masih menyatakan UU Cipta Kerja berlaku. Karena cacat formil dan bertentangan dengan Konstitusi, UU Cipta Kerja haruslah dianggap tidak berlaku dan pelaksanaan terhadap undangundang beserta peraturan pelaksananya harus ditangguhkan. Inilah bentuk ketidak-konsistenan hakim MK atas putusannya,” papar Rachmi.
Laporan : Natasha