Artikel ini ditulis oleh Agustinus Edy Kristianto, Pemerhati Sosial Ekonomi.
Izinkan saya cerita tentang KPK dan sikapnya terhadap dugaan skandal investasi Telkomsel di GOTO senilai Rp6,4 triliun seturut apa yang saya alami. Tujuannya supaya Anda bisa mendapatkan perspektif lain ketika membaca berita yang sedang hangat bahwa KPK akan usut dugaan korupsi pembelian saham GOTO oleh BUMN tersebut.
Apakah itu omong kosong belaka atau gertak sambal untuk menaikkan posisi negosiasi politik pihak tertentu?
Memangnya sejak kapan Kuningan berani usut kasus yang melibatkan Menteri BUMN ET yang bekas ketua tim sukses Presiden Jokowi, adik pengusaha ternama, dan sekarang ketua panitia pernikahan anak presiden? Apalagi KPK, menurut UU hasil revisi, adalah rumpun eksekutif yang kepalanya adalah Presiden. Apa berani KPK mengusut Menteri BUMN ET yang notabene sering diberitakan sebagai menteri kesayangan Presiden Jokowi?
Namun janganlah politik membunuh akal sehat kita. Kenyataan tak bisa dibohongi.
Saham GOTO amblas sampai Rp132. Harga IPO Rp338. Telkomsel beli di Rp260.
Penurunan year-to-date (YTD) mencapai 64,89%. Akibatnya Laporan Keuangan TLKM sebagai induk Telkomsel kebakaran. Jumlah kerugian belum terealisasi akibat perubahan nilai wajar investasi di GOTO per 30 September 2022 sebesar Rp3,06 triliun.
Itu artinya 47,81 persen modal yang disetor si BUMN kemakan sudah.
Secara fundamental dan operasional perusahaan, tak ada yang bisa dibanggakan dari GOTO, kata saya. Rugi per 30 September 2022 sebesar Rp20,7 triliun, sementara total akumulasi rugi GOTO Rp99,3 triliun. Pendapatan bersih GOTO itu cuma Rp7,9 triliun tapi bandingkan saja dengan biaya yang dikeluarkan untuk gaji dan imbalan karyawannya yang sebesar Rp11,28 triliun (LK Q3 2022).
Asal tahu saja, yang dimaksud karyawan di atas bukanlah driver ojol-ojol itu. Mereka mitra, bukan karyawan, jadi tak ada gaji. Karyawan tetap GOTO per 30 September 2022 sebanyak 10.541 orang, termasuk yang di Vietnam, India dsb. Kalau jumlah karyawan itu dibagi dengan beban gaji Rp11,28 triliun maka rata-rata dapat Rp118 juta per bulan per karyawan. Beberapa waktu lalu GOTO mengumumkan PHK 10 persen karyawan. Sebenarnya jumlah karyawan GOTO sudah bertambah 1.497 orang dibandingkan dengan jumlah per 31 Desember 2021 yang sebanyak 9.044 orang.
***
Saya laporkan kasus GOTO ke KPK awal 2022. Pada 7 Januari 2022, merujuk Surat No. R/62/PM.00.00/30-35/01/2022 yang saya terima dari KPK, dinyatakan laporan saya tidak memenuhi syarat. Namun, memang perlu dicatat, saya melaporkan pasal nepotisme dengan dasar UU 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara, sementara KPK meminta uraian dugaan tipikor.
Mengapa saya melaporkan nepotisme adalah karena normanya ada, ancaman hukumannya ada, dan saya merasa bisa buktikan dengan jelas bahwa Menteri BUMN ET adalah adik kandung Komisaris Utama sekaligus pemegang saham GOTO Boy Thohir (saya lampirkan putusan waris pengadilan keluarga Thohir) serta transaksi Rp6,4 triliun sudah terjadi. Jika sekarang KPK koar-koar mau usut kasus ini dari sudut tipikor, ya lihat saja ujungnya nanti masuk angin apa tidak!
Tak cuma lapor KPK, saya pun sampaikan hal yang sama dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi VI DPR yang membahas “Kepatutan Investasi PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk dan PT Telekomunikasi Seluler di GOTO” pada Senin, 27 Juni 2022 di Ruang Rapat Komisi VI DPR. Saya diundang sebagai salah satu narasumber.
Saya bawakan presentasi berjudul “Salam 6,4 Triliun: Bom Waktu Dugaan Skandal Investasi Telkom di GOTO”. Dua kesimpulan saya: 1) dugaan afiliasi dan benturan kepentingan karena hubungan kekeluargaan antara Menteri BUMN dan Boy Thohir, dugaan afiliasi dan benturan kepentingan berkaitan dengan posisi Wishnutama Kusubandio sebagai Komisaris Utama Tsel sekaligus Komisaris GOTO. 2) dugaan korupsi dan nepotisme berkaitan dengan perbuatan menguntungkan keluarga dan kroni, orang lain, atau korporasi serta dugaan korupsi berupa kemungkinan suap atau kickback.
Saya juga laporkan ke U.S. SECURITIES AND EXCHANGE COMMISSION (SEC) berkaitan dengan posisi TLKM yang juga listing di bursa sana (TLK). Tapi tak ada kabar sampai sekarang.
Pengecut juga lembaga itu ternyata. Katanya lembaga kredibel tapi buktinya nol besar.
***
Saya pikir semuanya sudah gamblang.
Tapi apakah KPK mau ikut sandiwara besar untuk ‘mengamankan’ dugaan skandal Rp6,4 triliun itu atau sebaliknya serius mengusut dan menangkapi tikus dan kakapnya sekalian?
Kita pantau terus!
Salam.
[***]