PKedaiPena.Com- Reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan atau Kemenkeu pimpinan Sri Mulyani gagal pasca menyerebaknya kekayaan tidak wajar dan gaya hidup mewah dari bekas pegawainya yakni Rafael Alun Trisambodo.
Kekayaan tak wajar dan gaya hidup mewah milik Rafael beserta keluarganya sendiri mencuat pasca kasus penganiayaan yang dilakukan anaknya yakni Mario Dandy Satriyo kepada anak pengurus GP Ansor.
“Reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan yang dipimpin Sri Mulyani ternyata gagal dilakukan secara sistemik sebabnya karena etika publik tidak melekat pada birokrat, pegawai, dan keluarganya,” kata Akademisi Universitas Negeri Jakarta atau UNJ Ubedilah Badrun, Rabu,(1/3/2023).
Ubed pun melanjutkan, bahwa kegagalan birokrasi reformasi di tubuh Kementerian pimpinan Sri Mulyani juga ditunjukkan dengan kenaikan harta kekayaan milik Rafael yang tak dicurigai sama sekali. Padahal harta kekayaan milik Rafael melonjak tajam.
“Termasuk kenaikan harta kekayaan pejabat Kemenkeu yang melejit dan tidak sedikit yang mencurigakan. Juga soal pelaporan pajak yang masih belum optimal justru juga terjadi di lingkungan Kemenkeu,” jelas Ubed.
Ubed menerangkan, bahwa semua indikator yang disebutkan telah menujukan reformasi di tubuh Kementerian Keuangan tidak berjalan sebagaimana mestinya.
“Itu semua indikator bahwa reformasi birokrasi di tubuh Kemenkeu tidak berjalan sebagaimana mestinya, atau ternyata masih jauh panggang dari api,” jelas Ubed.
Ubed pun turut menyoroti, gaya hidup mewah dari Rafael. Bagi Ubed gaya hidup mewah yang ditunjukkan oleh Rafael dan keluarga beserta pegawai pajak lainya menujukan miskinnya etika publik.
“Gaya hidup mewah pegawai pajak dan keluarganya adalah ekspresi psikologis yang miskin etika kepublikan. Apalagi memamerkan gaya hidup mewah di hadapan publik di media sosial ditengah jutaan orang miskin yang terus bertambah, pengangguran yang terus bertambah dan PHK terus menerus,” pungkas Ubed.
Laporan: Tim Kedai Pena