KedaiPena.Com – Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang belum lama ini direvisi, berlaku mulai pada tanggal 28 November 2016.
Revisi tersebut resmi berlaku usai melewati waktu 30 hari sejak disahkan menjadi UU pada 27 Oktober 2016.
Akan tetapi, hal tersebut di respon negatif oleh akademisi Perbanas Institute, I Gusti Nyoman. Dia, menilai penetapan UU sangatlah tergesa-tergesa.
“Masih banyak yang bisa dikaji sebelum mengesahkan UU tersebut. Walaupun ini ditetapkan agar tidak terus terjadi gesekan di publik,” ucap dia kepada KedaiPena.Com, Kamis (1/12).
Dosen jurusan informatika ini menjelaskan, ketergesa-gesaan Pemerintah sangat terlihat jelas di perubahan pasal 26 mengenai ‘hak tersangka’, yang mengatur setiap tersangka masih bisa merehabilitasi atau membuat baik namanya.
“Misalnya ada seseorang yang di tetapkan sebagai tersangka. Akan tetapi, ternyata di pengadilan diputuskan tidak bersalah dan kemudian bebas. Tapi, beritanya sudah terekpose luas di Internet. Apakah Negara akan benar-benar menjamin hal itu pada pasal ini,” terang dia.
“Negara punya kewajiban merehabilitasi nama baiknya. Sebab, ketika sudah muncul di internet, siapa yang bisa menjamin namanya akan kembali baik. Kan seluruh dunia sudah melihatnya,” tambah dia.
Dia pun meragukan, keefektifan dari penerapan pasal baru tersebut tidak cukup kuat. Sangat sulit untuk mengembalikan nama baik seseorang bila sudah tersebar di dunia maya.
“Seperti kasus Ahok saat ini. Ketika dia diputuskan tidak bersalah. Siapa yang bisa menjamin nama akan kembali baik, setelah pemberitaannya sebagai tersangka meluas di dunia maya,” pungkas dia.
Laporan: Muhammad Hafidh