KedaiPena.com – Produk hukum Indonesia memang sudah mewajibkan bahwa setiap usaha yang berdampak pada lingkungan wajib membuat amdal. Tapi yang menjadi masalah adalah pengawasan pada ketersediaan amdal sebelum proyek berjalan dan kesadaran masyarakat.
Akademisi Politeknik Negeri Jakarta, Suripto menyebutkan dari sisi aturan hukum, Indonesia sudah banyak memiliki aturan terkait pelestarian lingkungan.
Misalnya, UU No. 32/2019 dan PP No. 22 tahun 2021, yang menyatakan bahwa setiap usaha yang berdampak pada lingkungan secara penting, wajib untuk membuat amdal. Jika tidak penting, harus membuat UKMPL atau jika klasifikasinya lebih di bawah lagi, pelaku usaha harus membuat STPL.
“Aturannya sudah jelas. Hanya pelaksanaannya yang masih perlu pengawasan. Hal ini bisa diketahui dari beberapa penugasan PKL, lokasi usaha tersebut belum ada atau tidak ada amdalnya,” kata Suripto dalam talkshow ‘Perlibatan masyarakat melawan kerusakan lingkungan’ pada acara OUTFEST 2022 di GBK Jakarta, ditulis Senin (8/8/2022).
Tak jauh berbeda, lanjutnya, kondisi ini juga ditemukan pada usaha masyarakat pada tingkat yang lebih kecil.
“Pengawasan juga saya nilai masih kurang. Entah karena birokrasinya yang rumit atau masyarakat yang tidak mau bersusah payah untuk mengurusnya sesuai ketentuan. Istilahnya, gak mau pusing, ambil gampangnya saja, jalan tol walaupun harus bayar,” tuturnya.
Suripto menegaskan bahwa yang menjadi kunci dalam menjaga kualitas lingkungan ini adalah kesadaran.
“Menurut saya semuanya karena tidak ada kesadaran. Korupsi itu kan karena tidak ada kesadaran. Mereka tidak sadar jika itu bukan uangnya dia, itu uang masyarakat. Artinya kan tidak ada kesadaran. Padahal hidupnya sudah cukup, malah menghilangkan ketenangan dengan korupsi,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa