KedaiPena.Com – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mendesak aparat kepolisian segera mengusut dugaan pelanggaran pidana doxing, kekerasan, maupun ancaman pembunuhan terhadap jurnalis Detikcom berinisial IS.
“Hingga pelakunya diadili di pengadilan,” kata Ketua Divisi Advokasi AJI, Erick Tanjung dalam keterangan, Kamis, (28/5/2020).
AJI, lanjut dia, juga meminta agar pemimpin redaksi Detikcom untuk menjamin keselamatan jurnalis dan keluarganya yang terancam karena pemberitaan.
“Kita mendesak Dewan Pers untuk terlibat aktif menyelesaikan kasus kekerasan terhadap jurnalis,” tegas dia.
AJi juga menyerukan kepada seluruh masyarakat untuk ikut menjaga dan mengembangkan kemerdekaan pers.
“Jika ada sengketa pemberitaan, silahkan diselesaikan dengan cara yang beradab, yaitu meminta hak jawab atau melapor ke Dewan Pers,” ungkap dia.
AJI menilai di tengah upaya Jokowi menggencarkan persiapan new normal, pemberitaan yang tak sepaham dengan narasi pemerintah tampaknya menjadi sasaran penyerangan.
“Hal ini jelas mencederai kemerdekaan pers dan bertentangan dengan amanat Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers,” beber dia.
Pasal 4 ayat 1-3, tegas dia, juga menjelaskan, salah satu peranan pers adalah melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.
“Yang menghambat atau menghalangi maupun penyensoran dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta,” ungkap dia.
Kasus ini bermula ketika jurnalis Detikcom menulis berita tentang rencana Jokowi akan membuka mal di Bekasi di tengah pandemi Covid-19. Informasi itu berdasarkan pernyataan Kasubbag Publikasi Eksternal Humas Setda Kota Bekasi.
Namun pernyataan Kasubbag itu kemudian diluruskan oleh Kabag Humas Pemkot Bekasi, yang menyebut bahwa Jokowi hanya meninjau sarana publik di Kota Bekasi dalam rangka persiapan new normal setelah PSBB. Klarifikasi itu pun telah dipublikasi Detikcom dalam bentuk artikel.
Kekerasan terhadap penulis berita tersebut dimulai di media sosial. Nama penulis yang tercantum di dalam berita pun menyebar di internet, dari Facebook hingga Youtube. Salah satu akun yang menyebarkan adalah Salman Faris.
Dia mengunggah beberapa screenshot jejak digital penulis untuk mencari-cari kesalahannya, meskipun isinya tak terkait berita yang dipersoalkan.
Selain itu, situs Seword juga melakukan hal serupa dan menyebarkan opini yang menyerang penulis dan media.
Cara ini dikenal sebagai doxing, yaitu upaya mencari dan menyebarluaskan informasi pribadi seseorang di internet untuk tujuan menyerang dan melemahkan seseorang atau persekusi online. Doxing adalah salah satu ancaman dalam kebebasan pers.
Selain itu, jurnalis itu juga mengalami intimidasi lantaran diserbu pengemudi ojol yang membawa makanan kepadanya. Padahal kenyataannya tak memesan makanan melalui aplikasi.
Bahkan jurnalis tersebut juga diduga menerima ancaman pembunuhan dari orang tak dikenal melalui pesan WhatsApp.
Laporan: Sulistyawan