HARI ini Ahok kembali menunjukkan arogansi kekuasaan terhadap rakyatnya. Ahok sebagai Gubernur benar-benar tidak memiliki rasa keadilan sedikitpun.Â
Ahok melakukan praktek-praktek kekuasaan dengan arogan dan terutama tidak Pancasilais.Â
Mungkin Ahok tidak paham apa itu Pancasila dan bagaimana memimpin serta memegang kekuasaan dengan Pancasilais.Â
Hari ini Kalibata, Pejaten menjadi catatan sejarah betapa tidak Pancasilaisnya Ahok sebagai penguasa.
Memimpin itu adalah ibadah. ‎Amanah yang harus dipertanggung jawabkan kelak kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ibadah dan amanah itu tidaklah berlaku barbar, ini yang harus dimengerti Ahok.Â
Sehingga jika memimpin dengan cara menyakiti dan mendzolimi rakyatnya maka itu sama saja menafikan keberadaan Tuhan Yang Maha Esa.Â
Menata kota memang wajar menggusur, tapi jangan menggusur dengan cara barbar dan tidak berperi kemanusiaan.Â
Tatalah kota dengan manusiawi, lihatlah masa depan korban gusuran secara kompeherensif. Jangan merampas masa depan kehidupan mereka yang sedang susah ditengah himpitan ekonomi.Â
Banyak cara yang beradab dan manusiawi untuk menata kota dan tidak perlu setiap penggusuran itu ada air mata. Memanusiakan manusia dengan adil dan beradab, itulah dasarnya.
Menjadi pemimpin juga tidak boleh jadi pemecah belah persatuan. Keberadaan Ahok ini cenderung sekarang memecah belah persatuan.Â
Ancaman konflik berbau SARA meningkat peluangnya karena Ahok. Cara-cara Ahok yang gemar berpolemik dengan pihak lain adalah cikal bakal rusaknya persatuan bangsa.Â
Perilaku Ahok berpotensi besar menimbulkan sentimen SARA ditengah publik. Termasuk penggusuran tidak manusiawi itu berpotensi melahirkan kebencian berbau etnis di Jakarta bahkan Indonesia.Â
Memimpin itu harus bijaksana, mengedepankan musyarah dengan rakyat dan menjauhkan cara-cara arogansi kekuasaan. Mestinya Ahok harus mengerti kondisi psikologis masyarakat yang menjadi korban gusuran.Â
Mereka kehilangan tempat berlindung, kehilangan mata pencaharian dan kehilangan harapan karena digusur secara paksa tanpa adanya musyawarah tentang masa depan mereka. Masalah ini harusnya beres dulu baru lakukan penataan dengan menggusur.
Memimpin itu adalah berkeadilan sosial. Ini satu hal yang sama sekali tidak dimiliki oleh Ahok. Mengapa Ahok hanya berani kepada masyarakat kecil dan tidak berani menggusur pemukiman yang bèrdiri didaerah resapan dan pinggir kali?Â
Ahok ciut nyalinya ketika berhadapan dengan konglomerat tapi beringas kepada rakyat kecil. Di mana unsur rasa keadilan sosialnya Ahok? Mungkin sudah tergadai oleh kepentingan pribadi Ahok sendiri.
Ke depan Jakarta dan Indonesia tidak boleh lagi dipimpin oleh oknum-oknum yang tidak menjiwai Pancasila. Ini negara yang Berketuhanan, berkemanusiaan, beradab, musyawarah berkeadilan sosial. Tidak boleh ada lagi pemimpin yang mempraktekkan cara-cara komunis dan kejam dalam memerintah.
Oleh Ferdinan Hutahaen, Rumah Amanah Rakyat
‎