KEMACETAN adalah situasi tersendatnya bahkan terhentinya lalu lintas kendaraan darat. Jakarta di bawah Gubernur Ahok (2014-2015) telah gagal memecahkan permasalahan kemacetan, bahkan semakin memburuk. Hampir semua ruas jalan arteri mengalami kemacetan.
Sebelumnya Jakarta mendapat predikat buruk “Kota Paling Berbahayaâ€, kini Lembaga Studi Internasional Castrol Magnetec Stop-Start melalui Traffic Jam Index telah menobatkan predikat buruk lain: “Jakarta menjadi Kota paling macet se Dunia†(Majalah TIME.http://time.com/3695068/worst-cities-traffic-jams).
Pengamat Transportasi Publik Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna tak terkejut dengan rekor buruk ini. Menurutnya, kebijakan Pemprov DKI belum mencapai solusi maksimal. Masalahnya, setiap ganti Gubernur, kebijakan selalu berganti. Yayat mencontohkan soal pembangunan Mass Rapid Transit (MRT).
Program itu sebenarnya sudah direncanakan dari tahun 1974. Namun seiring pergantian Gubernur selalu ada perubahan kebijakan yang membuat lambatnya proyek MRT. Bahkan sampai detik ini, warga Jakarta masih bermimpi memiliki moda transportasi massal itu.
Menurut indeks Stop-Start Magnatec Castrol, rata2 33.240 kali proses berhenti-jalan per tahun di Jakarta. Indeks ini mengacu pada data navigasi pengguna Tom Tom, mesin GPS, untuk menghitung jumlah berhenti dan jalan dibuat setiap kilometer.
Jumlah tersebut lalu dikalikan dengan jarak rata-rata ditempuh setiap tahun di 78 negara. Berikut daftar 10 kota dengan lalu lintas terburuk di dunia:
(1) Jakarta (Indonesia) – 33.240;
(2). Istanbul (Turki) – 32.520;
(3). Kota Meksiko (Meksiko) – 30.840;
(4). Surabaya (Indonesia) – 29.880;
(5). St Petersburg (Rusia) – 29.040;
(6). Moskow (Rusia) -28.680;
(7). Roma (Italia) – 28.680;
(8). Bangkok (Thailand) – 27.480;
(9). Guadalajara (Meksiko) – 24.840; dan,
(10). Buenos Aires (Argentina) – 23.760
Biasanya Pemprov DKI mengajukan beragam alasan mengapa terjadi kemacetan terparah se dunia ini. Yakni:
(1) Kapasitas jalan tidak mencukupi;
(2) Terbatasnya kesediaan dan pelayanan umum;
(3) Tidak terintegrasinya sistem dan jaringan transportasi multimoda;
(4) Ketersediaan dan akses prasarana jalan untuk mendukung pelabuhan dan bandar udara; dan,
(5) Kedisiplinan masyarakat dalam berlalu lintas.
Khusus alasan terakhir ini, Pemprov DKI mengklaim, kemacetan di Jakarta disebabkan juga oleh rendahnya tingkat kedisiplinan masyarakat dalam berlalu lintas.
Ketidakdisiplinan ini dapat dilihat dari cara berkendaraan tidak tertib, tidak mematuhi rambu lalu lintas dan pelanggaran etika pada lampu pengatur lalu lintas.
Salah satu misi DKI Jakarta 2013-2017, menjadikan Jakarta sebagai kota bebas dari masalah2 menahun seperti kemacetan, banjir, permukiman kumuh, sampah dan lain-lain.
Terkait masalah kemacetan, strategi diambil yakni;
(1) Pemantapan dan pengembangan sistem transportasi kota berbasis angkutan umum massal;
(2). Pebangunan infrastruktur jalan dan jembatan.
Program Pembangunan unggulan mencakup;
(1). Angkutan umum berbasis jalan (koridor busway, armada busway, penataan trayek dan peremajaan armada bus sedang);
(2). Angkutan massal berbasis rel (Mass Rapid Transit (MRT) dan Light Rapid Transit (LRT);
(3) Jalan dan jembatan (fly over dan underpass, jalan tembus).
Jika mengacu Indikator Kinerja Daerah terhadap Capaian Kinerja Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Prov. DKI Jakarta (PerdaNo. 2 Tahun 2012 tentang RPJMD Prov. DKI Jakarta 2013-2017), luas jalan terbangun 48.319.509,97 M2 (2013), 48.428.709,97 M2 (2014), 48.681.709,97 M2 (2015), 49.318.309,97 M2 (2016), dan 50.050.809,97 M2 (2017).
Jumlah jembatan terbangun: 287 jembatan (2013), 293 (2014), 296 (2015), 296 (2016), 296 (2017). Panjang ruas jalan dilintasi untuk Busway: 225,43 Km (2013), 247,36 Km (2014), 269,29 Km (2015), 291,22 Km (2016), 313, 15 Km (2017). Perlu diketahui di era Foke (2012) telah terbangun 203, 5 Km lintas Busway.
Untuk panjang lintasan MRT: 1,5 Km (2013), 3,5 Km (2014), 7,5 Km (2015), 15,7 Km (2016), dan 15,7 Km (2017). Sedangkan persentase jalur MRT Lebak Bulus-Bundaran HI (15,7 Km) dapat diselesaikan : 0 % (2013), 25 %(2014), 50 % (2015), 75 % (2016), dan 100 % (2017).
Panjang lintasan LRT: 0 orang/tahun (2013), 0 (2014), 0 (2015), 0 (2016) dan 103.320.000 orang/tahun (2017). Sedangkan persentase jalur LRT (24,8 Km) dapat diselesaikan: 0 Km (2013), 0 Km (2014), 0 Km (2015), 0 Km (2016), dan 24,8 KM (2017).
Dalam hal pengadaan armada Busway, pada 2012 telah tersedia 669 bus (34 SAB), 275 SAB (2013), 200 SAB (2014), 200 SAB (2015), 180 SAB (2016) dan pada 2017 terdapat 1.289 SAB. Jumlah peremajaan armada angkutan umum: 1.000 unit (2013), 1.000 (2014), 1.000 (2015), 1.000 (2016), 1.000 (2017) dan total 2017 mencapai 5.000 unit.
Untuk menilai capaian target tentu hanya layak target 2013, 2014 dan 2015. Apakah target diharapkan ini telah tercapai? Jawabannya: Tidak! Ahok tidak mampu dan gagal melaksanakan kebijakan dan program pengembangan transportasi sesuai Perda No. 2 Tahun 2012. Lihatlah data, fakta dan angka berikut ini:
1. Luas jalan terbangun: masih sangat minim jauh di bawah target (48.681.709,97 M2, 2015).
2. Jumlah jembatan terbangun: masih jauh di bawah target (296 jembatan, 2015).
3. Panjang ruas jalan dilintasi untuk Busway: masih jauh di bawah target. (269,29 Km 2015).
4. Panjang lintasan MRT: masih jauh di bawah target (7,5 Km, 2015).
5. Persentase jalur MRT Lebak Bulus-Bundaran HI dapat diselesaikan: masih jauh di bawah target ( 50 %, 2015).
6. Panjang lintasan LRT: masih tahap sangat awal konstruksi, mustahil tercapai target (103.320.000 orang/tahun, 2017).
7. Persentase jalur LRT (24,8 Km) dapat diselesaikan: masih tahap sangat awal konstruksi, mustahil tercapai target (24,8 KM, 2017).
8. Pengadaan armada Busway: masih jauh di bawah target, bahkan 180 unit Busway telah dimusnahkan karena tidak layak jalan.
9. Peremajaan armada angkutan umum: masih jauh di bawah target (1.000 unit, 2015).
Para pendukung ” buta” Ahok acapkali klaim, Ahok sukses membangun busway. Betulkah? Ini data dan faktanya!
2013, pengadaan busway tidak mencapai target, direncanakan 310 unit gagal, terealisir hanya 125 unit (89 unit articulated bus dan 36 unit singgle bus). 2014, penambahan busway hanya dari hibah 30 unit sehingga jumlah busway menjadi 822 unit. Pada 2015, pengadaan busway 75 unit.
Target era Ahok 725 unit busway (2013-2015), tercapai hanya 227 unit. Sangat buruk pencapaian (kurang 50 %). Pada 2017 total busway ditargetkan 5000 unit. Pada 2015 baru ada total 996 unit. Sementara pada 2015 telah dihancurkan 180 unit dinilai sudah tidak laik. Maka tinggal sekitar 816 unit. Sangat jauh dari target diharapkan.
Dari waktu tunggu Busway, target 3 menit rata2, juga tidak tercapai. Bahkan, diperkirakan rata-rata antara 10-30 menit waktu tunggu. Masih jauh di bawah target.
Pada 2013 baru ground breaking pekerjaan konstruksi di dukuh atas dan Bundaran HI. Pengadaan lahan untuk Depo MRT di Lebak Bulus 2,367 M2. Pembangunan rambu dan marka lalu lintas pendukung MRT. Pada 2014 pengosongan terminal Lebak Bulus sebagai Depo MRT. Relokasi pipa PDAM koridor Blok M- Singamaraja. Pekerjaan tiang pancang di Stasiun Blok M. Pembebasan tanah koridor Jl. Lebak Bulus-Bundaran Senayan 4.380 M2. Masalahnya, belum terealisirnya pembebasan lahan di Depo MRT.
Pada 2015, Penyelesaian proyek MRT baru mencapai 36 %. Maka, mustahil tercapai target 24,8 KM pada 2017. Soal peremajaan angkutan umum? Ahok ngomong doang, tidak ada realisasi. Lihat saja di lapangan, kendaraan umum tidak laik masih banyak berseweran di jalanan.
Kesimpulan penilaian indikator kemacetan, pengadaan busway, MRT dan juga peremajaan angkutan umum, dan lain-lain ternyata membuktikan, Ahok sebagai Gubernur DKI gagal urus bidang transportasi. Karena itu, kegagalan Ahok urus dan pecahkan masalah transportasi bahkan menjadikan kota termacet se dunia dapat sebagai salah satu jawaban: Mengapa Ahok tidak layak untuk lanjut sebagai Gubernur DKI?.
Oleh Muchtar Effendi Harahap, Ketua Dewan Pendiri NSEAS, Network for South East Asian Studies