KedaiPena.Com – Ketegasan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam mengelola tata kota dipertanyakan, lantaran tak berani membongkar berbagai properti tanpa IMB yang telah berdiri di atas pulau buatan di Pantai Utara (Pantura) Jakarta.
Sebab, kata Direktur Eksekutif Jakarta Public Service (JPS), M Syaiful Jihad, UU No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung (UUGB) mewajibkan tiap bangunan harus memenuhi persyaratan teknis dan administratif sesuai fungsinya, sesuai Pasal 7 ayat (1).
Dalam Pasal 7 ayat (2) dijelaskan, bahwa persyaratan administratif meliputi status hak atas tanah, status kepemilikan, dan izin mendirikan bangunan. Sedangkan persyaratan teknis, sesuai Pasal 7 ayat (3), meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung.
Lalu, pembangunannya bisa dilakukan apabila kedua persyaratan pada Pasal 7 ayat (1) telah disetujui oleh pemerintah daerah (pemda) dalam bentuk IMB sebagaimana amanat Pasal 35 ayat (4). Adanya IMB tersebut juga diatur dalam Pasal 40 ayat (2) huruf b.
IMB juga diatur pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 36/2005 yang merupakan peraturan pelaksana atas UUGB tersebut, seperti pada Pasal 14 ayat (1) dan (2) serta Pasal 15 ayat (1).
“Dan Pasal 39 ayat (1) UUGB menegaskan, bangunan gedung dapat dibongkar apabila, salah satunya karena tidak memiliki IMB,” ujarnya kepada KedaiPena.Com, Kamis (5/5).
Pada Pasal 45 ayat (1) UUGB terkait sanksi administratif, imbuh Syaiful, juga menerangkan adanya perintah pembongkaran, selain peringatan tertulis, pembatasan kegiatan pembangunan, hingga pencabutan sertifikat laik fungsi bangunan gedung.
Keterangan tentang pembongkaran bangunan itu juga termuat pada Pasal 115 ayat (2) PP No. 36/2005.
“Sayangnya, Ahok cuma memberikan sanksi denda untuk bangunan di Pulau C dan Pulau D, kecuali berdiri di atas ruang terbuka hijau. Seharusnya hukum yang diprioritaskan, bukan investasi yang jadi pembenaran,” sesalnya.
Padahal, alumnus Unversitas Negeri Jakarta (UNJ) ini mengingatkan, hingga kini peruntukan pulau-pulau buatan di Teluk Jakarta belum ada aturannya, lantaran dua raperda inisiasi Pemprov DKI, RZWP3K dan RTR Kawasan Strategis Pantura, belum disahkan.
“Yang ada kan baru Perda No. 1/2012 (RTRW) dan Perda No. 1/2014 (RDTR dan PZ). Tapi, itu mengatur tentang pemanfaatan ruang di daratan, bukan pulau reklamasi,” bebernya.
Hal ini, kata eks aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) itu, menunjukkan Pemprov DKI lebih ‘tajam’ ke bawah dan ‘tumpul’ ke atas. “Padahal, peraturan perundang-undangan dibuat untuk seluruh masyarakat tanpa terkecuali,” tandasnya.
(Fat/Prw)