KedaiPena.com – Kreasi Prasasti Perdamaian (KPP) transmedia storytelling organization
mengadakan “Bedah Film dan Talkshow di Universitas Pamulang Kampus Viktor” dengan judul dan synopsis Ahmadiyah’s Dilemma dan Film Puan Hayati: Threads of Faith.
Dalam “Ahmadiyah’s Dilemma” kehidupan rapper Malik Ross menjadi lensa di mana mengeksplorasi tantangan identitas dan trauma dalam komunitas Ahmadiyah. Film ini menjelajahi lebih dalam mengulik perjuangan yang dihadapi oleh pengikut Ahmadiyah.
Sedagkan dalam film Puan Hayati: Threads of Faith Dwi Utami dan Nata Hening, keduanya berkomitmen pada keyakinan Puan Hayati di Jawa Tengah. Melalui narasi mereka, film ini mengungkap tantangan yang dihadapi oleh agama-agama lokal di Indonesia, menyoroti ketahanan dan pencarian pemahaman.
Noor Huda Ismail sutradara film sekaligus Founder Kreasi Prasasti Perdamaian (KPP) menyatakan film ini dibuat untuk menunjukkan bagaimana memanusiakan manusia yang lain, walaupun secara teologis berbeda keyakinan. Secara sosiologis kita adalah sesama manusia walaupun berbeda keyakinan. Sehingga negara dapat memastikan teman teman minoritas mendapatkan hak haknya.
“Film ini bertujuan awareness campaign atau membangun kesadaran publik agar bisa menerima aliran keyakinan lain yang secara sosiologis bagian dari negara yang harus dilindungi,” kata Noor Huda Ismail pada awak media di Kampus Unpam Viktor, Buaran Kota Tangsel, Sabtu (2/3/2024).
Pada kesempatan yang sama, Ketua Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Andy Yentriyani menyatakan Indonesia sesungguhnya adalah negara yang besar, karena banyak keberagaman.
“Sayangnya informasi tidak cukup merata untuk diketahui, sehingga banyak hal yang tidak perduli soal keberagamaan, dan itulah sebetulnya yang menjadi titik berangkat peristiwa intoleransi, peristiwa kekerasan yang dialami oleh orang yg dianggap berbeda dari kebanyakan,” kata Andy Yentriyani.
Dengan adanya dua film ini, ia mengungkapkan bahwa Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan ingin memastikan bahwa ada ruang kita bisa hidup berdampingan dengan damai dan tentram
“Karena hidup berdampingan sangat penting karena dari peristiwa intoleransi, pasti ada perempuan yang jadi korbannya, dengan persoalan yang dia harus hadapi, langsung pada dampak peristiwa itu,” ungkapnya.
Agar tidak terulang peristiwa kekerasan perempuan dan agamanya minoritas, Komnas Perempuan sudah berulang kali menyerahkan pemantauan tentang kondisi perempuan dalam berbagai peristiwa intoleransi di Indonesia, baik di hukum maupun, tergantung, terkatung katung, atau berulang dihadapi satu khususnya agama minoritas di Indonesia.
“Kami telah melakukan dialog dengan kementrian agama, dalam negeri, pendidikan dan kebudayaan inilah tiga kementrian yang langsung terlibat ,serta menteri koordinator politik hukum dan ham untuk memastikan agar tidak terulang peristiwa tersebut,” ungkapnya lagi.
Andy Yentriyani berharap pemerintah yang baru dapat memberikan yang lebih baik dalam pengelolaan keberagaman di Indonesia, isu seluruh tata kelola negara, termasuk memperbaiki sistim pendidikan.
“Supaya kita bisa merayakan perbedaan itu, serta baru akan ada upaya yang lebih sistemik, yang mengedepankan rasa persatuan dan kesatuan yang ditebalkan, di tengah kebahagian kita merayakan kebhinekaan Indonesia,” tandasnya.
Laporan: Ranny Supusepa