KedaiPena.com – Banjir yang terjadi di pesisir Semarang, dinyatakan bukan hanya disebabkan oleh pasang surut laut semata. Tapi juga dipengaruhi oleh perubahan angin dan kondisi penurunan muka tanah.
Peneliti Ahli Utama bidang Oseanografi Terapan, Pusat Riset Iklim dan Atmosfer (PRIMA), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Widodo Setiyo Pranowo menyatakan Laut Jawa memiliki karakter yang cukup unik, yakni sangat dipengaruhi oleh angin monsun.
Ia menjelaskan pada bulan Mei adalah masa akhir dari peralihan dari angin monsun barat (bergerak dari barat menuju ke timur) menjadi angin monsun timur (bergerak dari timur menuju ke barat).
Hal ini terlihat dari Citra Satelit Himawari pada 22 Mei 2022 menampilkan awan bergelayut hampir menutupi di sepanjang pesisir utara Jawa, tampak angin berhembus dari timur menuju ke barat. Hampir demikian juga dengan Citra Satelit Himawari pada 23 Mei 2022. Tampak awan bergelayut menutupi sekitaran pesisir Semarang, Pekalongan, Demak dan Jepara. Angin tampak masih berhembus dari timur menuju ke barat.
“Kondisi hembusan angin tersebut berpeluang menyeret elevasi muka laut di Laut Jawa di bagian timur yang diseret menuju ke barat,” kata Widodo saat dihubungi, Rabu (25/5/2022).
Berdasarkan pengamatan pada kondisi elevasi muka laut yang murni hanya dibangkitkan oleh gaya pasang surut akibat gaya tarik rembulan dan matahari, maka elevasi muka laut tertinggi sebenarnya terjadi pada tanggal 19 Mei 2022 pada pagi hari antara pukul 9:00 hingga 10:00 WIB dengan ketinggian sekitar 1 meter.
Sedangkan pada tanggal 22 Mei 2022 elevasi muka laut tertinggi hanyalah sekitar 0,88 meter, terjadi pada siang tengah hari, yang artinya 12 sentimeter lebih rendah daripada kondisi pada tanggal 19 Mei 2022. Pada tanggal 23 Mei 2022 mendekati siang tengah hari, elevasi muka laut tingginya sekitar 0,76 meter, kemudian pada tanggal 24 Mei 2022 mendekati siang tengah hari, elevasi muka laut tingginga sekitar 0,67 meter.
“Justru, yang menarik adalah ketika dilakukan analisis secara kopling, yakni dugaan adanya akumulasi atau penumpukan elevasi muka laut akibat seretan angin dan gaya pasang surut, maka elevasi paling tinggi justru terjadi sekitar tanggal 23 Mei 2022, baik di stasiun pengamatan di Semarang dan Pekalongan maupun di Rembang,” paparnya.
Gradien elevasi muka laut pada tanggal 23 Mei 2022 tersebutlah yang diduga memiliki peluang menciptakan debit aliran yang banyak dan kuat dari arah laut menuju ke darat.
“Debit aliran massa air ini, ada yang overtopping atau melimpas/mengalir membanjiri darat melewati bagian atas tanggul, dan ada juga yang alirannya menjebol tanggul seperti yang terjadi di belakang PT. Pinnacle Apparels Semarang,” paparnya lagi.
Namun, kondisi cuca ekstrim ini masih sekedar dugaan awal saja sebagai penyebab terjadinya rob di Semarang dan sekitarnya. Diperlukan studi yang lebih komprehensif menggunakan data yang lebih panjang waktu akuisinya, ditambah dengan data dinamika muka tanah, dan mempertimbangkan adanya pengaruh dari telekoneksi atau pengaruh jarak jauh dari interaksi antara laut dan atmosfer yang terjadi di Samudera Hindia, termasuk pengaruh dari monsun Asia dan Australia terhadap kondisi di Laut Jawa dan sekitarnya.
“Bisa juga dulunya sudah diantisipasi ketinggian tanggulnya, namun seiring berjalannya waktu, mungkin penurunan muka tanahnya tidak dipantau secara kontinyu, tidak sadar ternyata sedikit demi sedikit ambles, yang kemudian tanggulnya juga sedikit turun, sehingga ketika air pasang maksimum ditambah seretan angin jadinya overtopping atau melimpas di bagian atas tanggul,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa