KedaiPena.Com – Rizal Ramli menawarkan sejumlah agenda perubahan, menyangkut pembenahan di berbagai bidang dan penataan berbagai sektor ke arah yang lebih baik, serta menyodorkan konsep pembenahan sistem demokrasi dan dominasi politik uang dalam setiap pemilu dan pemilukada.
Berikut enam agendanya untuk membenahi Indonesia:
1.Kedaulatan Politik
Dalam pandangannya, meski secara normatif dan formal Indonesia mengaku sebagai negara yang berdaulat, tetapi di dalam prakteknya pengaruh negara-negara besar dalam bidang politik, ekonomi, dan pertahanan masih sangat dominan. Negara-negara berkembang seperti Malaysia, China, India, Brasil, dan Iran memiliki kedaulatan yang lebih kuat dalam bidang politik, ekonomi, dan pertahanan. Tahun ini harus menjadi awal dari kebangkitan kedaulatan politik bangsa Indonesia.
2.Kedaulatan Ekonomi
Ia menilai, dengan sengaja dan sistematis selama 45 tahun terakhir, kedaulatan ekonomi telah digadaikan kepada negara adidaya dan lembaga keuangan multilateral. Melalui ketergantungan hutang, kekuatan-kekuatan luar tersebut kemudian mendikte, memesan, dan mengijon undang-undang dan peraturan pemerintah, bahkan ikut menentukan penunjukan pejabat-pejabat ekonomi sehingga sesuai dengan kepentingan strategis jerat Washington (Washington Concensus).
Rizal berpendapat, tidak aneh jika strategi dan kebijakan ekonomi sering lebih menguntungkan kepentingan di luar Indonesia ketimbang memberi manfaat untuk rakyat Indonesia. Kebijakan ekonomi bahkan sering menyebabkan proses pemiskinan struktural: rakyat Indonesia bagaikan ayam yang mati di lumbung padi, di tengah-tengah kekayaan alam yang melimpah dan alam yang indah. Agar rakyat lebih sejahtera dan Indonesia menjadi negara maju, maka kedaulatan ekonomi harus direbut sehingga proses pemiskinan struktural dihentikan dan kebijakan ekonomi memberi manfaat untuk rakyat dan kepentingan nasional.
3. Kedaulatan Pangan, Energi, Pertahanan, dan Teknologi
Bagi Rizal Ramli, sebagai negara dengan penduduk 220 juta jiwa, adalah sangat penting untuk memiliki kedaulatan di bidang pangan, energi, pertahanan, dan teknologi. Kedaulatan di keempat bidang tersebut merupakan prasyarat penting untuk menjadi negara besar dan dihormati di dunia.
4.Perubahan, Demokrasi, dan Hak Asasi
Banyak kalangan yang menilai bahwa 10 tahun demokrasi dan reformasi tidak membawa manfaat bagi rakyat dan kejayaan Indonesia adalah akibat dari sistem yang terlalu demokratis. Mereka ingin mengembalikan jarum jam, ingin membawa Indonesia kembali ke dalam sistem otoriter.
Padahal, Indonesia telah mengalami pemerintahan super kuat selama 32 tahun. Hasilnya: Indonesia tertinggal dibandingkan negara-negara besar di Asia, kesejahteraan mayoritas rakyatnya menyedihkan, gap antara yang kaya dan miskin luar biasa, dan tindakan anti demokratis serta pelanggaran terhadap hak asasi manusia sangat menonjol.
Menurut Rizal Ramli, upaya mengembalikan sistem otoriter justru akan membuat Indonesia semakin mundur ke belakang, sistem yang sangat tidak populer dalam dunia yang semakin demokratis. Perubahan untuk perbaikan nasib rakyat dan kejayaan Indonesia dapat dan harus dilakukan dalam bingkai demokrasi. Yang diperlukan bukan pemerintahan yang kuat ala Orde Baru, tetapi pemerintahan efektif dalam konteks negara demokratis.
5.Reformasi Kelembagaan-Reformasi Birokrasi
Rizal Ramli menganggap reformasi birokrasi sangat mendesak agar birokrasi betul-betul menjadi pelayan masyarakat dan perang terhadap korupsi betul-betul bisa efektif. Perlu reformasi dalam sistem rekruitmen, sistem training, evaluasi, reward dan penalty birokrasi.
Demokrasi dan reformasi selama 15 tahun gagal meningkatkan kesejahteraan rakyat kerena telah dibajak oleh pikiran lama (neo-liberal) yang semakin memperkokoh neo-kolonialisme dan oligarki politik-ekonomi.
Perlu segera dilakukan reformasi terhadap partai politik agar betul-betul menjadi saluran aspirasi kepentingan rakyat. Perlu juga segera dilakukan reformasi pembiayaan partai-partai politik sehingga demokrasi tidak dibajak oleh kekuatan uang.
Seperti halnya di Jerman dan beberapa negara Eropa, partai-partai politik sebaiknya dibiayai oleh negara sampai pendapatan per kapita rakyat Indonesia mencapai US$ 5 ribu per tahun. Dengan demikian, partai bisa merekrut kader-kader muda yang idealis dan cakap, pengeluarannya harus diaudit sehingga lebih transparan.
6.Reformasi TNI dan Polri
Rizal Ramli menyoroti, selama beberapa tahun terakhir reformasi TNI dan Polri nyaris terhenti. Karena itu, pemerintah perubahan akan memperkuat TNI dari segi kualitas, peralatan militer, dan sistem pendukung agar TNI betul-betul bisa diandalkan untuk membela negara Republik Indonesia. Kekuatan Angkatan Laut akan ditingkatkan untuk mendukung konsep negara maritim, mempertahankan wilayah kepulauan Indonesia, dan menghentikan pencurian kekayaan laut Indonesia.
Realokasi Armada Barat di Jakarta dan Armada Timur di Surabaya perlu dilakukan sehingga betul-betul mencerminkan konfigurasi strategis untuk melindungi kedaulatan wilayah kepulauan Indonesia. Reformasi Polri juga perlu dilanjutkan agar kepolisian menjadi pelindung dan pengayom masyarakat, dan bukan alat dari kekuasaan untuk membungkam pikiran masyarakat serta memasung demokrasi.
Di samping itu, Rizal Ramli juga memiliki serangkaian agenda perubahan untuk menata Indonesia ke arah yang lebih baik, berikut:
1. Pangan yang Surplus dan Terjangkau
Dalam waktu kurang dari tiga tahun, produksi pangan Indonesia harus surplus dan harganya terjangkau untuk rakyat. Indonesia yang selama ini menjadi importir produk pangan (beras, gula, kedelai, jagung, garam, dan lain-lain) harus berubah menjadi eksportir produk pangan. Indonesia bahkan bisa menjadi lumbung pangan Asia Tenggara dalam waktu lima tahun.
Tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara:
• Pembangunan waduk dan irigasi di sepanjang aliran Sungai Citarum, Bengawan Solo, Sungai Brantas, Lampung, Sulawesi Selatan, Kalimantan, dan delta Membramo Papua.
• Ekstensifikasi bibit unggul dengan produktivitas yang lebih tinggi.
• Peningkatan penggunaan pupuk organik dan nonorganik yang disesuaikan dengan kondisi tanah setempat.
• Pendirian bank pertanian yang akan meningkatkan akses kredit untuk petani.
• Kebijakan harga yang akan menguntungkan petani melalui kebijakan tarif maupun nontarif.
• Pemberian tanah negara di luar Pulau Jawa kepada petani, diikuti dengan mekanisasi pertanian.
2. Pertumbuhan Ekonomi di Atas 10%
Menurut Rizal Ramli, selama 40 tahun di masa Orde Baru dan era sesudahnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata hanya mencapai 6%. Tingkat pertumbuhan ekonomi seperti itu adalah rata-rata dibandingkan dengan negara-negara di Asia Timur. Kinerja ekonomi Indonesia hanya sedikit lebih baik di atas Philipina. Itulah yang menyebabkan tingkat kesejahteraan rakyat di Malaysia, Korea, Taiwan, dan China jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia selama 45 tahun terakhir.
Jika kita hanya berbangga dengan pertumbuhan 6%, maka Indonesia tidak akan pernah menjadi negara maju. Tanpa perubahan jalan dan strategi, pada 2045, setelah seratus tahun kemerdekaan, Indonesia akan semakin tertinggal, bahkan oleh negara seperti Vietnam. Mayoritas rakyat Indonesia masih akan tetap miskin.
Jepang di bawah Perdana Menteri Ikeda, dengan program Double Income Plan, pernah mengalami pertumbuhan ekonomi di atas 12% selama dua dekade. Itulah yang menyebabkan Jepang mampu mengejar ketinggalannya dari negara Barat. Demikian juga halnya China, yang selama 15 tahun mencapai pertumbuhan ekonomi 10-12% setiap tahun. Itulah yang mengakibatkan China menjadi raksasa ekonomi di Asia.
Rizal Ramli yakin, dengan berbagai terobosan kebijakan, Indonesia akan mampu keluar dari krisis, dan mempersiapkan dasar-dasar untuk menjadi negara yang kuat dan besar di Asia. Dengan tumbuh di atas 10% per tahun, maka akan tersedia lapangan kerja untuk pemuda-pemudi Indonesia, peningkatan daya beli dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
3. Perubahan Struktur Ekonomi
Rizal Ramli melihat struktur ekonomi gelas anggur merupakan hasil kebijakan ekonomi Orde Baru dan baby Orde Baru selama 40 tahun terakhir. Di bagian atas gelas anggur dikuasai oleh kelompok bisnis besar dan BUMN yang tidak efisien dan kebanyakan “jago kandang†sehingga sering menjadi beban negara. Pegangan gelas anggur tersebut sangat tipis, yang menunjukkan kecilnya golongan menengah dan usaha skala menengah yang independen. Bagian bawah dari gelas anggur tersebut sangat besar, yang menunjukkan puluhan juta usaha kecil dan ekonomi rakyat.
Negara selama ini selalu memanjakan bagian atas dari gelas anggur, dan mengabaikan lapisan bawah, yang struktur ekonominya super kompetitif dan margin keuntungannya sangat tipis. Struktur gelas anggur yang sangat timpang tersebut sangat tidak adil, akan membuat demokrasi tidak langgeng karena potensi konflik sosial yang sangat besar, serta dominasi politik dan kebijakan oleh kelompok ekonomi yang lebih kuat.
Struktur yang sangat tidak adil tersebut harus diubah menjadi struktur piramida. Indonesia memerlukan usaha skala besar tetapi bukan sekadar “jago kandang“ tapi juga “jago duniaâ€, yang kompetitif di dunia internasional dan mampu membawa nilai tambah di pasar internasional ke dalam negeri. Transformasi dari “jago kandang†menjadi “jago dunia†harus dilakukan secara bertahap melalui kebijakan yang koheren. Dengan demikian mereka diubah dari “beban“ menjadi “manfaat†bagi negara dan bangsa Indonesia.
Berbagai kebijakan juga harus dilaksanakan untuk mengembangkan golongan dan usaha skala menengah yang independen. Di samping itu, berbagai kebijakan, termasuk kebijakan perpajakan, harus dirancang untuk membantu usaha kecil berkembang menjadi usaha menengah.
Menurut Rizal Ramli, selama ini pengusaha kecil langsung dikejar untuk membayar pajak jika keuntungannya di atas Rp18 juta. Batas minimum kena pajak tersebut harus dinaikkan menjadi Rp 60 juta, sehingga penumpukan modal usaha kecil akan lebih cepat.
4. Pembangunan Jaringan Kereta Api Trans Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua
Rizal Ramli menilai, pembangunan daerah-daerah di luar Pulau Jawa relatif tertinggal, dan manfaat eksploitasi sumber daya alam untuk rakyat sangat terbatas. Salah satu penyebab utamanya adalah fasilitas infrastruktur yang sangat tidak memadai. Pemerintahan perubahan yang akan datang akan membangun jaringan kereta api Trans Sumatera, Trans Kalimantan, Trans Sulawesi, dan Trans Papua, yang akan melewati daerah pusat-pusat pertanian, perkebunan, pertambangan, dan kota-kota utama.
Pembangunan jaringan kereta api tersebut akan menciptakan jutaan lapangan pekerjaan, langsung maupun tidak langsung, dan biaya transportasi untuk rakyat dan produk-produk lokal akan lebih murah.
Rizal Ramli menegaskan, pemerintahan perubahan akan memacu pembangunan fasilitas transportasi massal di kota-kota besar yang memiliki penduduk di atas tiga juta orang. Dengan transportasi massal tersebut, terutama kereta api kota dan subway, maka biaya transportasi penduduk perkotaan akan lebih murah, mengurangi kemacetan kota, serta berbagai dampak negatif ekonomi dan lingkungan.
Pemerintahan perubahan juga akan membangun jaringan pelabuhan laut dan udara sehingga ekonomi wilayah dan daerah di seluruh Indonesia akan meningkat. Pemerintah perubahan akan menyelesaikan rencana pembangunan jalan tol Trans Jawa 1.400 kilometer, yang selama pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) baru selesai dibangun kurang dari 10%.
Pemerintahan perubahan juga akan mempercepat pembangunan pembangkit listrik 10.000 megawatt, yang pelaksanaannya kurang dari 15 persen selama pemerintah SBY. Pemerintahan perubahan juga akan mempercepat diversifikasi sumber-sumber energi alternatif, termasuk geothermal dan bioenergy.
Pemerintahan perubahan juga akan mengubah program bagi-bagi uang seperti BLT menjadi program pembangunan infrastruktur pedesaan, seperti jalan desa, air bersih, irigasi tertier, dan fasilitas MCK, sehingga manfaatnya bisa meningkat berlipat-lipat.
5. Pembangunan Industri Pengolahan Bahan Mentah
Dalam pandangan Rizal Ramli, selama ini Indonesia hanya menjual bahan baku dan bahan mentah seperti karet, cokelat, rotan, kopra, gas, batu bara, minyak bumi, dan bahan-bahan tambang. Negara yang hanya penghasil dan eksportir bahan mentah tidak akan pernah menjadi negara yang makmur dan sejahtera, karena nilai jual bahan mentah sangat rendah dibandingkan dengan produk akhir.
Untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih tinggi, penciptaan lapangan kerja lebih banyak, maka pemerintahan perubahan akan memacu pengembangan industri pengolahan bahan baku dan bahan mentah, serta produk-produk turunannya. Pengembangan industri pengolahan secara besar-besaran akan menciptakan jutaan lapangan pekerjaan baru untuk pemuda-pemudi Indonesia, meningkatkan daya beli, dan kesejahteraan rakyat.
6. Peningkatan Manfaat Program Desentralisasi untuk Rakyat
Rizal Ramli menilai, desentralisasi telah berhasil mengurangi sentralisasi kekuasaan pemerintah pusat dan mendorong penguatan pemerintah daerah tingkat II. Tapi sayang, rata-rata anggaran 420 pemda kabupaten dan kotamadya yang betul-betul untuk kepentingan rakyat baru mencapai 30%. Bagian terbesar justru untuk keperluan eksekutif dan legislatif.
Perlu perubahan segera agar supaya 70% anggaran pemerintah daerah betul-betul untuk kepentingan rakyat setempat. Perubahan tujuan anggaran tersebut dapat dicapai melalui peningkatan demokratisasi dan transparansi pada tingkat kabupaten dan kotamadya. Peranan dan fungsi gubernur perlu ditingkatan untuk meningkatkan koordinasi dan efisiensi program maupun anggaran.
7. Strategi Pembangunan Tanpa Utang
Dalam kalkulasi Rizal Ramli, selama ini sepertiga dari sekitar Rp 1.000 triliun anggaran negara digunakan untuk membayar pokok bunga dan cicilan utang. Sebagian besar dari beban utang tersebut telah dikorup oleh para pejabat pada masa pemerintahan yang lalu dan diketahui oleh Bank Dunia dan negara kreditor.
Utang tersebut dapat diklasifikasikan sebagai utang najis (odious debt) yang harus direnegosisasikan sehingga beban rakyat lebih kecil. Karena mental inlander, Indonesia telah tiga kali kehilangan momentum negosiasi hutang: ketika transisi otoriter ke demokratis, perang melawan terorisme, dan bencana tsunami.
Ketergantungan terhadap hutang juga bisa dikurangi secara drastis dengan melakukan perang terhadap korupsi dan penegakan hukum tanpa tebang-pilih, peningkatan efisiensi anggaran dan penghentian (moratorium) pembelian mobil dan rumah pejabat, serta pembangunan kantor-kantor pemerintah. Penghematan dan efisiensi hanya bisa efektif jika dilakukan reformasi birokrasi yang agresif.
Ketergantungan terhadap utang juga bisa dikurangi dengan mengubah pola pengeluaran pemerintah terutama untuk pembelian barang-barang modal (capital spending), yang mencapai sekitar Rp 400 triliun setahun.
Pemerintah tidak perlu lagi membiayai pembelian peralatan dan barang modal, cukup dengan melakukan sewa-guna (leasing) sehingga pengeluaran untuk sewa-guna cukup senilai Rp 70 triliun. Penghematan sekitar Rp 330 triliun per tahun bisa digunakan untuk membiayai pembangunan jaringan kereta api Trans Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua, serta berbagai proyek infrastruktur lainnya.
8. Koreksi Peranan Bank Sentral
Rizal Ramli memaparkan, ketika krisis ekonomi melanda Indonesia pada 1997-1998, IMF dan Bank Dunia memanfaatkan situasi tersebut untuk mengurangi peranan Bank Sentral dengan mengubah Undang-undang Bank Indonesia. Tugas utama Bank Indonesia hanya mengendalikan inflasi dan nilai tukar. Peranan Bank Indonesia dalam penciptaan lapangan pekerjaan (employment creation) dihapuskan. Padahal, di negara yang sudah sangat maju seperti Amerika Serikat dan banyak negara Eropa, selain stabilisasi nilai tukar dan pengendalian inflasi, Bank Sentral juga bertugas untuk menciptakan lapangan pekerjaan.
Pada 1970-an, kredit likuiditas Bank Indonesia ikut memainkan peranan penting dalam pembangunan sektor perkebunan sehingga Indonesia saat ini menjadi eksportir utama dunia untuk komoditas sawit, cokelat, dan karet.
Pengebirian Bank Indonesia harus dihentikan. Undang-undang Bank Indonesia harus direvisi sehingga fungsinya juga mencakup penciptaan lapangan kerja. Dengan perubahan tersebut, Bank Indonesia tidak hanya berdagang kertas dan surat utang, tetapi juga memainkan peranan aktif dalam percepatan pertumbuhan ekonomi nasional.
Kunci Menghadapi Pasar Bebas
Negara-negara maju yang sepintas tampil sebagai penganjur dan sponsor utama gagasan pasar bebas sekalipun memiliki pemahaman dan kemauan yang kuat untuk mempertahankan dan memperjuangkan kepentingan nasional mereka. Hanya dengan nasionalisme yang terukur, serta beroritentasi pada pembangunan dan kesejahteraan rakyat semesta, sebuah negara dapat mengambil manfaat maksimal dari globalisasi. Sikap ini harus dimiliki dalam menghadapi pasar bebas ASEAN yang akan diberlakukan pada 2015 mendatang.
Demikian disampaikan Ketua Umum Kadin DR. Rizal Ramli ketika berbicara di hadapan peserta Konferensi Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Dunia di Universitas Thammasat, Bangkok, Thailand. Sekitar 120 peserta dari PPI di sejumlah negara dan pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) sejumlah perguruan tinggi di Indonesia hadir dalam konferensi yang berlangsung pada Kamis, 28 November 2013 itu.
“Agenda utama negara-negara maju adalah mempercepat liberalisasi, karena itu sejalan dengan kepentingan nasional mereka mencari pasar baru bagi produk-produknya. Semestinya, negara berkembang seperti Indonesia juga mengedepankan kepentingan nasional. Dan tidak harus mengikuti agenda utama negara-negara maju itu,” ujar Rizal Ramli yang merupakan anggota Panel Ahli PBB.
“Amerika Serikat menggunakan gagasan pasar bebas untuk mendorong produk unggulan mereka yang berbasis teknologi, juga sistem keuangan. Tapi, pemerintah Amerika Serikat memberikan perlindungan yang maksimal untuk sektor pertanian dan tekstil mereka,” Rizal Ramli memberikan contoh.
Menurut hematnya, sedianya Indonesia menggunakan analisa SWOT (strength, weaknes, opportunity, threats) untuk melihat potensi yang dimiliki. “Cari di sektor mana kita kuat, dan itulah yang kita perjuangan agar diterima oleh negara maju,” katanya.
Indonesia memiliki kekuatan di sektor komoditas seperti sawit dan cokelat, juga budaya dan buruh. Sektor ini harus diperjuangkan sehingga tidak dihambat negara maju.
Sementara untuk sektor yang masih belum maksimal seperti tekstil, harus diperjuangkan agar tidak diliberalisasi lebih dulu. Dan, selama masa penangguhan itu, pemerintah membantu swasta yang bergerak di bidang tekstil, sebagai contoh, untuk membangun industri yang sehat dan punya daya saing di level internasional.
Memang sudah jarang tokoh atau calon pemimpin yang lebih memikirkan kepentingan bangsanya dibanding kepentingan diri sendiri atau kelompoknya. Dan, sosok Rizal Ramli adalah termasuk yang jarang itu. Akhir November lalu, Rizal Ramli yang duduk sebagai anggota Panel Ahli PBB bersama tiga penerima hadiah Nobel dan lima ekonom terkemuka di dunia, menolak tawaran untuk memimpin Economic & Social Commission of Asia and Pacific (ESCAP).
“Saya sangat berterima kasih dan merasa terhormat atas tawaran jabatan yang prestisius itu. Namun, saya menolak karena masalah dan tantangan di Indonesia jauh lebih besar,” ujar Rizal Ramli. “Diperlukan kesungguhan untuk membuat Indonesia menjadi negara hebat di Asia.”
ESCAP adalah satu dari lima komisi kawasan yang dimiliki Dewan Ekonomi Sosial PBB atau ECOSOC. Didirikan pada 1947, ESCAP kini memiliki 53 anggota negara dan sembilan anggota asosiasi. Kantor pusat ESCAP berada di Bangkok, Thailand, dan saat ini dipimpin oleh Sekretaris Eksekutif Noeleen Heyzer dari Singapura.
Rizal yang sempat menjadi pembicara kunci (keynote speaker) pada High Level Meeting ESCAP di Bangkok — yang dihadiri sejumlah kepala negara dan kepala pemerintahan negara di kawasan Asia dan Pasifik — lebih memilih untuk menyelesaikan masalah dan tantangan di Indonesia dari pada memimpin ESCAP.
(Prw/Oskar)