KedaiPena.Com- Para pelaku usaha Ultra Mikro Kecil (UMK) kerap kali kesulitan menyelesaikan tunggakan saat melakukan pinjaman ke pihak bank, baik bank swasta maupun pelat merah. Imbasnya, kesulitan tersebut menyebabkan kredit macet atau mangkrak yang mesti ditanggung pihak bank.
Tak hanya berimbas ke kredit macet, namun kondisi demikian sangat rentan dimanfaatkan oleh para penyedia layanan pinjaman keuangan diluar regulasi yang ada.
Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto memandang, kondisi demikian memang dilematis.
Karena, menurutnya, satu sisi pihak bank, baik swasta maupun BUMN terikat regulasi yang ada. Disisi lain, kemampuan atau daya bayar para pelaku UMK juga belum begitu optimal atau bisa dikatakan sangat minim.
“Dalam kondisi seperti ini kita mesti berpikir jernih dan mencari formulasi yang tepat. Dimana antara negara (bank BUMN khususnya) dengan rakyatnya (para pelaku UMK) mendapat win win solution,” ujar Bendahara Megawati Institute itu kepada wartawan, Minggu, (18/4/2021).
Darmadi mengungkapkan, persoalan mendasar terkait kondisi tersebut misalnya soal masih dimungkinkannya kebijakan hapus hak tagih yang utamanya dapat dilakukan oleh bank-bank BUMN.
“Hal inilah yang masih jadi bumerang. Karena kemampuan atau daya bayar para pelaku UMK tidak sebanding dengan pendapatan mereka ketika disatu sisi mereka juga mesti memikirkan kewajiban kreditnya,” paparnya.
Untuk itu, kata Darmadi mengusulkan agar Pemerintah membuat peraturan yang dapat meringankan beban para pelaku UMK.
“Utamanya soal kebijakan hapus hak tagih. Pemerintah mesti buat regulasi soal hapus hak tagih kepada para pelaku UMK. Bisa melalui Perpres atau PP mungkin. Karena keberadaan PP no 33/2006 kurang kuat, makanya butuh peraturan yang lebih kuat karena selama ini pihak bank selalu dibayangi ketakutan jika digunakan skema hapus hak tagih akan jadi kerugian negara,” papar Politikus PDIP itu.
Menurutnya, jika ada skema hapus hak tagih, itu sebagai bukti konkret bahwa negara hadir menjadi perisai rakyatnya. Dan banyak efek positifnya.
“Supaya mereka (para pelaku UMK) bisa akses ke perbankan dan tidak terjebak pinjam uang ke rentenier yang menawarkan suku bunga tinggi. Dan supaya mereka tidak masuk dalam jebakan rentenier yang menghancurkan kemampuan ekonomi pelaku usha mikro dan kecil,” tandasnya.
Kondisi saat ini, kata Darmadi mengungkapkan, banyak para pelaku UMK yang justru terjerat utang-utang yang ditawarkan para penyedia layanan pinjaman keuangan diluar peraturan perundang-undangan.
“UMK kita ibaratnya seperti masuk dalam lingkaran setan. Enggak bisa akses perbankan karena diblack list OJK dalam SLIK. Akhirnya banyak yang pinjam ke rentenier. Padahal ketika mereka pinjam rentenir, bunga pinjaman bisa mencapai 20% perbulan, tentu ini kondisi yang memprihatinkan. Sistem tersebut menghancurkan fondasi perekonomian mereka.
Mereka para pelaku UMK bisa hancur lebur,” lirih Darmadi.
Adapun terkait skema
Hapus hak tagih kredit macet, Darmadi mengusulkan agar dibuat kriteria tertentu berdasarkan jumlah pinjaman dan durasi.
“Saya usulkan buat kriteria misalnya sudah 5 tahun macet dan hanya untuk outstanding kredit macet dibawah 5 juta. Selain itu saya tekankan agar kriteria penerima hapus hak tagih kredit macet juga harus dirumuskan dan diidentifikasi dengan cermat dan diback up oleh data-data yang akurat,” pesannya.
Darmadi juga mengatakan, tujuan hapus hak tagih kredit macet juga supaya bisa mengejar alokasi kredit 30% untuk UMKM.
“Selain itu supaya bank-bank BUMN bisa melaksanakan kebijakan hapus hak tagih ini mesti dibarengi dengan payung hukum yang lebih kuat. Sekali lagi selama ini ketakutan mereka (pihak bank) adalah soal dituduh merugikan keuangan negara yang mengakibatkan mereka bisa dipidana,” pungkasnya.
Laporan: Muhammad Hafidh