KedaiPena.Com – Ketua Dewan Pakar PAN yang juga Ekonom Senior Indef, Drajad Wibowo menilai solusi terbaik dari perdebatan Perppu Corona nomor 1 tahun 2020 terkait dengan masalah imunitas pejabat ialah dengan menjadikan Undang-undang APBN-P 2020.
“Proteksi hukum yang sewajarnya bagi pejabat terkait bisa dimasukkan di sana. Kesalahan seperti dalam kartu prakerja bisa diminimalisasi. Saya yakin DPR bisa ngebut menyelesaikannya dalam 1-2 bulan,” papar Drajad kepada KedaiPena.Com, Senin, (27/4/2020).
Drajad mengatakan hal tersebut ditujukan untuk menimalisir peluang kebal hukum dari pemakaian uang APBN Rp405 triliun di bawah payung Perppu 1/2020 dengan Perpres No. 54/2020 sebagai turunannya.
“Boros APBN berapa pun bukan kerugian negara. Mereka juga tidak bisa digugat pidana, perdata atau ke PTUN. Kan ada BPK? Memang BPK nanti bisa mempunyai “temuan”. Tapi semua temuan itu bukan kerugian negara,” ungkap Drajad.
Drajad mengaku khawatir jika tidak ada pengawasan potensi bail out yang lebih parah dari BLBI dan obligasi rekap akan terjadi kembali.
“Jangan lupa, dalam Perpres 54/2020 ada pos yang nomenklaturnya sumir, tapi dananya besar. Yaitu pos 2.6 Pembiayaan Investasi Lainnya sebesar Rp 168,56 triliun. Ini jelek bagi akuntabilitas,” tegas Drajad.
Drajad menambahkan jika berkaca dari krisis sejak 1997/98 pembuat keputusan fiskal, moneter dan keuangan membutuhkan proteksi hukum.
“Mereka memang harus bergerak cepat, sehingga terkadang ada yang terlewat. Sangat manusiawi. Tapi tanpa pengawasan DPR, serta tanpa transparansi dan akuntabilitas publik, bahayanya sama besarnya. Apalagi Perppu 1/2020 ini hampir semuanya soal ekonomi. Urusan kesehatan dan pandeminya sendiri malah tidak menonjol,” tegas Drajad.
Efesiensi Belanja Tak Perlu Jika Ingin Segera Implementasi Perpu Nomor 1
Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati meminta Pemerintah bergerak cepat dan melakukan alokasi belanja yang sesuai dengan kebutuhan dengan dua tahap yang perlu dilakukan, yaitu optimalisasi dan realokasi anggaran.
Hal itu disampaikan oleh Anis sapaanya saat menanggapi rencana pemerintah yang melakukan upaya penanganan Covid-19 skala besar melalui penerbitan Perppu nomor 1 tahun 2020 dengan nilai belanja mencapai Rp405 Triliun.
“Dimana belanja-belanja yang tidak dibutuhkan dapat dialihkan untuk belanja penanganan dampak wabah Covid-19. Kemuidan yang kedua adalah ekspansi fiskal, dengan menambah defisit anggaran sebagai bentuk stimulus perekonomian,” kata Anis terpisah.
Sedangkan tentang optimalisasi realokasi anggaran, lanjut Anis, pemerintah perlu mempertimbangkan melakukan efisiensi belanja.
“Ruang fiskal semakin sempit karena besarnya belanja-belanja wajib (rutin) seperti belanja pegawai, belanja barang, dan belanja bunga utang, meningkatkan efektivitas dan pengaruh komponen belanja-belanja pemerintah pusat menurut fungsi. Kemudian pos-pos belanja rutin yang tidak diperlukan segera dialihkan kepada pos belanja lain,” tegas Anis.
Anis berpendapat ada banyak ruang efisiensi yang dapat dilakukan oleh Pemerintah semisal perjalanan dinas dalam negeri, dan belanja barang non-operasional.
“Banyak digunakan untuk honorarium, penyelenggaran administrasi kegiatan di luar kota, paket rapat, dan lainnya,” ungkap Anis.
Menurut Anis, dalam kondisi wabah seperti ini, belanja non-operasional diperkirakan tidak akan banyak bermanfaat.
Laporan: Muhammad Hafidh