KedaiPena.Com – Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan 39/2017 tentang Perhutanan Sosial di Wilayah Kerja Perum Perhutani dipersoalkan sejumlah pihak.
Pasalnya, menurut sejumlah kalangan, permen yang diterbitkan oleh Menteri Siti Nurbaya tersebut akan menyebabkan kerusakan ekosistem hutan.
Tidak berhenti di situ, permen yang diterbitkan dengan landasan kepadatan penduduk dan keterbatasan lahan di pulau Jawa ini juga berpotensi memicu kesenjangan sosial bagi masyarakat di sekitar wilayah hutan.
Potensi-potensi kesenjangan sosial dapat terlihat dari sejumlah pasal yang ada di permen tersebut. Potensi kesenjangan sosial terdapat di pasal 8 dan 21 dari PermenLHK nomor 39 itu.
Pius Ginting, aktivis AEER (Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat) mengakui memang ada potensi kesenjangan sosial yang terdapat di pasal 8 dan 21.
Seperti pada pasal 8 ayat 2 soal bagi hasil dari keuntungan bersih Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) atas penjualan hasil budidaya.
Pius menegaskan, pembagian pokok hutan 30 persen untuk Perum Perhutani dan 70 persen untuk pemegang IPHPS dapat memancing keterlibatan di lahan perhutanan sosial tersebut.
“Tujuannya baik, untuk hapuskan kemiskinan di sekitar wilayah. Tapi ini memang mengandung kerentanan. Rakyat jadi pengelola perhutanan sosial, sekedar jadi alat perpanjangan pemodal, lewat pendanaan perhutanan sosial yang memperbolehkan hal itu terjadi,” jelas dia saat diwawancara oleh KedaiPena.Com, Minggu (24/9).
Pius juga mengkritisi isi yang ada di pasal 21 yang membahas soal pembiayaan untuk penyelenggaraan IPHPS. Menurut Pius, maksud dari sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan sangatlah tidak jelas.
“Seharusnya, sumber dana itu dari bantuan negara, termasuk dana desa. Dengan berbasiskan dana desa, maka terdapat kontrol warga tidak jadi objek pemodal,” beber Pius.
“Kalau begini bagaimana dengan masyarakat miskin yang berada di kawasan hutan yang dikelola swasta,” demikian Pius Ginting.
Untuk diketahui, PermenLHK 39/2017 tentang Perhutanan Sosial di Wilayah Kerja Perum Perhutani akan merubah kawasan hutan lindung menjadi kawasan perhutanan sosial.
Nantinya, para pemegang hak dari perhutanan sosial bisa melakukan pemanfaatan dalam bentuk pemanfaatan kawasan, pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan tanaman, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dalam hutan tanaman, pemanfaatan air.
Selain itu, pemanfaatan energi air, pemanfaatan jasa wisata alam, pemanfaatan sarana wisata alam, pemanfaatan penyerapan karbon di hutan produksi dan hutan lindung dan pemanfaatan penyimpanan karbon di hutan lindung dan hutan produksi.
Laporan: Muhammad Hafidh