KedaiPena.Com – Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI Adies Kadir menegaskan, keputusan MKD mengabulkan permohonan perkara Peninjauan Kembali terhadap mantan ketua DPR RI Setya Novanto yang meminta untuk dipulihkan nama baiknya sudah tepat.
Demikian disampaikan Adies saat menanggapi adanya keputusan MKD baru-baru ini terkait pemulihan nama baik mantan ketua DPR RI Setya Novanto dalam kasus ‘Papa Minta Saham’.
“Saya kira keputusan MKD tersebut sudah tepat. Sebab, jika mengacu pada hasil putusan MK beberapa waktu lalu yang menyatakan, alat bukti rekaman yang di rekam bukan oleh penegak hukum adalah tidak sah, maka apa yang dituduhkan pada SN semuanya terbantahkan dengan adanya putusan MK tersebut,” tandas Wasekjen DPP Partai Golkar ini pada wartawan di Jakarta, ditulis Rabu (29/9).
Selain itu, lanjut dia, tuduhan bahwa SN melakukan pelanggaran etika juga tidak memiliki dasar yang kuat. “Melanggar etika dimananya? Tiba-tiba SN dihakimi dan dijatuhkan harkat serta martabatnya di depan publik, hanya dengan alat bukti rekaman yang pada hari ini benar-benar digugurkan oleh MK, jadi, kalau bicara soal etika itu bisa debatble. Akan lebih berdosa dan tidak beretika kita kalau terus menerus mendzolimi SN, dimana bukti utama yang diajukan pada saat proses persidangan MKD dulu ternyata tidak sah,” tegas Sekjen ormas MKGR ini.
Adapun, kata dia, yang dipersoalkan adalah soal pertemuan SN dengan pejabat Freeport disalah satu hotel, hal tersebut juga sulit untuk dibuktikan kebenarannya.
“Sulit dibuktikan itu, apa benar ada pertemuan itu. Toh nyatanya rekaman maupun si pembawa rekaman yang menyerahkan ke MKD waktu itu bisa dikatakan ilegal dan terbantahkan dengan adanya putusan MK,” tandas dia.
Namun di satu sisi, kata dia, kalau berbicara asas kepatutan dan kepantasan anggota DPR pada umumnya jika melakukan pertemuan dengan siapapun yang menyangkut kepentingan masyarakan serta dapil yang di wakilinya, tidak menjadi masalah.
“Publik juga disatu sisi harus memahami ketika ada anggota DPR bertemu dengan perwakilan masyarakat atau konstituen, maka hal semacam itu merupakan suatu kewajaran karena anggota DPR kan wakil rakyat yang harus menerima rakyatnya kapanpun dan dimanapun. Kecuali, kalau anggota DPR bertemu seseorang di tempat hiburan malam, bar, panti pijat, baru itu bisa dikatakan melanggar etika,” terang Adies.
(Prw/Apit)