KedaiPena.Com – Ada banyak problem pendidikan di Indonesia yang sangat serius yang dapat membahayakan masa depan Indonesia. Di antara problem tersebut adalah kondisi pendidikan anak yang masih mengedepankan pandangan yang memgutamakan sisi kognitif semata dalam melayani anak anak. Sehingga anak berada dalam kondisi psikologis yang tidak sehat dan mempengaruhi perkembangan hidupnya.
Demikian diantara pandangan yang muncul dalam Seminar Pendidikan yang diselenggarakan Komunitas Peduli Pendidikan Anak Indonesia (KPPAI) pada Sabtu (8/12/2002 ) di bilangan Menteng Jakarta Pusat. Hadir sebagai pembicara adalah Dr.Hartini Nara,M.Si (pakar pendidikan) dan Deasyanti, Ph.D. (psikolog).
“Problem serius yang saya maksud adalah soal minimnya pendidikan yang mengembangkan sisi Afektif untuk anak-anak. Sebab problem negara saat ini yang luar biasa seperti merajalelanya korupsi sesungguhnya tidak lepas dari kegagalan pendidikan yang lebih banyak menekankan sisi kognitif,” ujar pakar pendidikan Hartini Nara saat ditemui wartawan.
Dari sisi psikologis, hal itu yang disebut tekanan akademik sebagaimana diungkapkan Psikolog Deasyanti yang juga menjadi pembicara dalam seminar tersebut.
“Ketika orang tua menganggap pendidikan anak hanya dipahami sebagai investasi maka seringkali mengutamakan sisi akademik saja, dengan target ketat anak saya harus bisa ini itu. Secara psikologis itu bisa masuk kategori tekanan akademik, pada titik tertentu bisa menimbulkan anak-anak stres ” ujar Deasyanti.
“Ada juga kondisi pendidikan anak yang makin parah ketika para orang tua senang memaksa anaknya untuk sekolah dengan jadwal full day yang sangat ketat padahal anaknya tidak bahagia, tidak menikmati berada di sekolah tersebut, bahkan stres. Ini tidak bagus untuk tumbuh kembang anak. Coba pikirkan yang sekolah itu orang tuanya atau anaknya? Yang menjalankan sehari-hari di Sekolah itu Anaknya bukan orang tuanya?” tegas Hartini Nara.
“Bayangkan, ada orang tua yang ambisius menyekolahkan anaknya di sekolah tertentu yang berbiaya mahal karena semua SDM-nya mayoritas dari asing. Tetapi di sekolah tersebut tidak mengenalkan budaya dan karakter Indonesia sebagaima sekolah Indonesia pada umumnya, kita akan mengalami semacam kerugian generasi,” kritik dia.
Laporan: Muhammad Lutfi