KedaiPena.com – Peneliti Klimatologi Pusat Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin menyatakan dari hasil kajian analisis terbaru yang dilakukan oleh peneliti di Tim Variabilitas, Perubahan Iklim, dan Awal Musim BRIN (TIVIPIAM-BRIN), mengindikasikan potensi Indonesia terancam gorila El Nino.
“Sekarang El Nino sudah hampir strong, sudah 2 (indeksnya). Karena itu lah, perlu menganalisis intensitas dan durasi El Nino,” kata Erma dalam webinar Kolaborasi Riset Kejadian Ekstrem Laut-Atmosfer Indonesia, Jumat (27/10/2023).
Ia menyatakan berdasarkan pengalaman El Nino yang melanda Indonesia tahun 2015, yang terjadi adalah berbagai prediksi soal El Nino tahun 2015 meleset, baik dari segi durasi maupun intensitasnya.
“Kita tidak bisa melihat siklus El Nino saja, tapi juga intensitas, durasinya, severe-nya,” urainya.
Pada tahun 2014, semua model prediksi mengira menuju ke akhir musim hujan itu akan terjadi El Nino.
“Tapi ternyata tidak jadi El Nino. Baru tahun 2015 mau masuk peralihan. Dan orang nggak menduga, ‘ah paling lemah’. Ternyata mencapai 2. Orang-orang juga menganggap, ‘ah paling 9 bulan luruh’. Ternyata nggak juga. Total lamanya El Nino pada saat itu 18 bulan,” urainya lagi.
Lalu, tuturnya, pada saat itu Ahli El Nino NOAA Michael McPhaden memberikan kuliah di ITB. McPhaden, ujarnya, mengatakan El Nino tahun 2015 tak bisa dipecahkan oleh pemodelan apa pun.
“Kita bisa katakan McPhaden ini mbah-nya El Nino, dari NOAA. Dia yang pertama kali menciptakan model prediksi El Nino. Dia bilang pada saat itu, ‘ini Gorila El Nino tidak bisa terpecahkan oleh model apa pun di kami’. Pada saat itu orang-orang sangat tertarik soal El Nino 2015. Bingung semua. Kenapa bisa bertahan selama itu di strong El Nino?. Ini yang mendasari saya, jangan-jangan tahun 2023 ini, kita berharap-harap cemas, mudah-mudahan jangan kaya 2015 nih. Semua ilmuwan concern ke sana,” kata Erma lebih lanjut.
Erma pun menjelaskan kajian terbaru El Nino yang saat ini berlangsung. Disebutkan, El Nino yang terjadi saat ini muncul 1 tahun lebih awal, akibat dampak perubahan iklim. Seharusnya, tanpa efek perubahan iklim, El Nino baru terjadi di tahun 2024.
Ia juga menyampaikan bahwa hasil pemodelan yang dilakukan tim TIVIPIAM-BRIN yang diketuainya, perjalanan El Nino yang terjadi saat ini dimulai dari Samudra Pasifik bagian timur di wilayah Peru.
“Suhu terpanas sekarang ada di mana? Belum di Indonesia. Lidahnya masih di Timur. Artinya apa? Perjalanannya masih lama. Salah satu model di Australia, November ini baru mencapai 2, dengan rata-rata sebulan ya. Kalau harian, sekarang sudah 2. Setelah 2? Bisa saja mencapai 2,8. Model yang dibuat Jepang juga sama, meramalkan akan di atas 2. Kalau kita lihat, meski akan turun, masih nangkring di 1,6. Padahal itu sudah di bulan April 2024. Dan setiap region (perjalanan El Nino) itu 2 bulan,” paparnya.
Ia meminta semua pihak hati-hati di tahun 2024. karena El Nino riil, masih IOD Positif, dan potensinya masih akan sampai tahun depan, sekitar Maret, April, Mei.
“Sekarang masih ada hujan, siklon tropis. Di sekitar Papua masih banyak awan. Artinya, El Nino belum ada pengaruhnya ke Indonesia. Itu saja ukurannya. El Nino belum mencengkram wilayah kita. Ini yang saya khawatirkan. Persiapkan diri, di sektor pertanian terutama untuk menghadapi masa-masa tidak mudah di tahun 2024 setelah musim hujan berakhir. Hujan tetap ada, pastii hujan. Tapi kan concern kita setelah hujan, Maretnya. Dia masih 2,3. April masih bertengger di 2, dan kemungkinan besar masih akan bertahan, nggak langsung meluruh,” pungkas Erma.
Laporan: Ranny Supusepa