KedaiPena.Com – Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Nur Kholis, mengaku terjadi pelanggaran HAM pada pengelolaan perkebunan sawit di tanah air.
Demikian respon Komnas HAM atas Resolusi Sawit yang dikeluarkan Parlemen Uni Eropa pada April 2017, karena menilai pengelolaan perkebunan sawit menyebabkan deforestasi hingga pelanggaran HAM terhadap masyarakat adat.
“Memang diperkebunan Indonesia, banyak pelanggaran HAM, mulai dari (memperkerjakan) anak (di bawah umur),” kata Nur di Kantor Komnas HAM, Jakarta, belum lama ini.
Dengan demikian, meski pemerintah, parlemen, dan pengusaha tanah air ‘berbondong-bondong’ menolak sikap Uni Eropa tersebut dengan dalih persaingan bisnis mengingat Indonesia menjadi salah satu produsen dan pengekspor terbesar, namun Komnas HAM bersikap berbeda.
“Saya kira, (resolusi Uni Eropa disajkan) bukan tanpa pertimbangan yang memadai. Tapi, sudah dengan hasil riset atau survei,” yakin jebolan Universitas Sriwijaya Palembang itu.
Parlemen Uni Eropa akhirnya menyetujui resolusi sawit, April lalu. Dari total 686 anggota dewan yang menentukan sikap lewat pemungutan suara, 640 diantaranya menyatakan setuju, 18 menolak, dan 28 lainnya abstain. Selanjutnya keputusan bersifat nonbinding ini akan diserahkan kepada Komisi dan Presiden Eropa.
Adapun basis penolakannya, karena 46 persen dari minyak sawit impor ke Uni Eropa untuk memproduksi biofuel, membutuhkan sekira satu juta hektare lahan tropis dan memicu deforestasi, industrinya melanggar HAM, serta menyebabkan konflik agraria antara masyarakat adat dengan pemegang konsesi.
Karenanya, resolusi tersebut bertujuan mendorong Komisi Uni Eropa agar segera menerapkan aturan penghentian penggunaan bahan bakar nabati (BBN) atau biofuel alias agrofuel penyebab deforesisasi secara bertahap hingga 2020.
Produksi sawit meningkat dalam beberapa tahun belakangan menyusul ‘melambungnya’ tren energi terbarukan. Indonesia menjadi salah satu negara yang ‘latah’ mendorong pemakaian BBN.
Hal tersebut tercermin dengan keluarnya Peraturan Presiden (Perpres) No. 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Dalam Pasal 2, bahkan menargetkan pemakaian BBN sebesar lima persen dari total konsumsi nasional pada 2025.
Guna mencapai target itu, juga dikeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 10/2006 tentang Tim Nasional Pengembangan BBN untuk Percepatan Pengurangan Kemiskinan dan Pengangguran.