KedaiPena.Com – Ekonom Rizal Ramli kaget ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) berpidato bahwa daya beli tidak turun malah naik.. Bahkan ada menterinya yang mengatakan bahwa ini disebabkan karena ‘business on-line’ atau ‘e-commerce’ naik.
“Saya tahu ada menteri dalam kabinet Jokowi yang penjilat, yang memberikan informasi ‘hoax’ kepada Presiden, karena memang daya beli itu betul-betul turun,†kata Rizal di Jakarta, ditulis Selasa (24/10).
RR memberi penjelasan bahwa dalam 10 tahun terakhir, rata-rata ‘consumption’ itu tumbuhnya sekitar 5.1% dan sekarang 4.9%. Itu artinya ada penurunan.
“Kalau kita bicara dengan pedagang di lapangan, semuanya mengeluh. Hari ini rakyat tidak usah diajarin, mereka tahu bahwa daya beli mereka turun. Banyak pengusaha mengatakan bahwa mereka terpaksa PHK karyawannya,” imbuh eks Menko Maritim dan Sumber Daya ini.
“Bagaimana daya beli bisa naik jika ‘term of trade’ petani itu turun. Nilai tukar petani khusus untuk makanan turun kok, upah di pedesaan turun kok, upah di sektor konstruksi turun kok. Bagaimana ada menteri yang lapor pada presiden bahwa daya beli naik? Jika presiden dilaporkan informasi hoax seperti itu bisa bahaya sekali,†tambah RR, sapaannya.
Rizal Ramli juga mengatakan bahwa BPS harus beri informasi yang betul. Ia yakin dengan demikian akan mempengaruhi kredibilitas BPS. Selama ini, ia melihat angka-angka yang dipaparkan BPS sudah jelas. Tapi kesimpulannya suka aneh sendiri.
“Kenapa ini sampai terjadi? Karena dalam beberapa tahun terakhir ini dilakukan ‘austerity atau program pengetatan uang. Kenapa kita lakukan itu? Karena beban utang Indonesia sudah terlalu besar. Pembayaran hutang kita lebih dari Rp500 triliun. Untuk pendidikan sekitar Rp380 triliun, untuk infrastruktur sekitar Rp330 triliun. Jadi kita sibuk untuk potong-potong anggaran supaya ada uang untuk bayar kreditor,†tambah Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur ini.
“Itu sebabnya pemerintah sibuk untuk menaikkan pajak, dan kemungkinan besar nanti ada ‘service charge’, mau nikah, mau cerai, bahkan mau rujuk nanti ada semacam ‘service charge’. Ini yang akan dibahas minggu depan di DPR. Ini mengesankan pemerintah panik,” tandas Rizal.
Laporan: Muhammad Hafidh