MESKI Ibu Kota akan pindah, posisi Wagub DKI masih menjadi rebutan. Lucunya yang rebutan adalah dua partai pengusung pemenang yang berkoalisi pada pilkada 2017 lalu, Gerindra dan PKS. Ada apa?
Pada November 2018 Prabowo Subianto mengatakan bahwa setelah ditinggal Sandiaga Uno karena fokus cawapres maka Wagub DKI jatahnya PKS, begitu juga narasinya Sandiaga Uno, senada.
Ini semacam ‘gentlement agreement’-nya Prabowo. Lalu PKS mengadakan ‘fit and proper test’ untuk mencari kader terbaiknya. Saya salah satu panelis bersama Prof. Dr. Eko Prasojo, Prof. Dr. Siti Zuhro dan politisi Gerindra Syarif untuk menguji kader mereka.
Hasilnya muncul dua nama, Syaikhu dan Agung Yulianto. Proses politik berikutnya mandeg di DPRD DKI. Sampai kemudian kini muncul dua nama baru, Reza Patria dan Nurmansyah Lubis.
PKS Ini Aneh
Sikap politik PKS ini aneh, tidak ngotot, atau mungkin begitulah watak politik PKS. Tidak begitu bernafsu merebut kekuasaan. Yang menentukan Kekuasaan itu Tuhan. Yang bakal jadi wagub DKI itu sudah tercatat di ‘lauhul mahfuzd’, sudah tercatat di langit.
Demikian saya baca di media dari pernyataan Syakir Purnomo ketua DPD PKS DKI. Teokratis banget.
PKS seolah tidak punya keterampilan lobi politik, mentok. Saya amati efek psikologis politiknya dalam budaya politik Indonesia, unik juga, terlihat mengalah namun mendapat simpati publik karena terkesan mengutamakan kepentingan warga Jakarta agar segera punya wagub, kasian Gubernur Anies diserang sendirian. Seperti itu kira-kira bacaan sosiologis psikopolitiknya.
Ujian Untuk Prabowo dan DPRD DKI
Kini memasuki episode menentukan karena DPRD DKI akan segera paripurna memilih Wagub DKI. Secara politik pemilihan wagub DKI ini sebagai ujian bagi Prabowo terkait ‘gentlement agreement’-nya yang menyebut wagub DKI jatah PKS.
Selain itu secara politik pemilihan wagub di DPRD ini juga sebagai ujian bagi DPRD terkait etika politik dan integritas anggota DPRD DKI.
Apakah mereka mampu menjamin bahwa dalam pemilihan nanti tidak terjadi ‘money politic’, tidak terjadi transaksi-transaksi tertentu yang mengarah pada jual beli dukungan dan suara.
Untuk menjamin itu semua terbebas dari ‘money politic’ sebaiknya panitia pemilihan di DPRD mengajak KPK dan PPATK untuk memantau langsung dan mengawasi langsung jalanya pemilihan wagub DKI di DPRD ini.
Hati-hati DPRD DKI jangan bermain api. Resiko besar menanti anggota DPRD jika terjebak ‘money politic’.
Beban Jakarta dan Cermati Kandidat
Bang Reza dan Bang Nurmansyah (Ancah), warga Jakarta dan semua mata anggota DPRD kini tertuju pada anda berdua. Mesti paham bahwa salah satu Kota terpadat di dunia ini (15 ribu lebih penduduk/KM) nenyimpan sejumlah masalah berat dan pelik.
Sampah, banjir, minimnya ketersediaan air bersih, permukaan tanah yang terus menurun, macet, sungai yang tercemar bakteri, ratusan ribu warga Jakarta yang miskin, dan lain-lain.
Itu adalah permasalah berat Jakarta yang harusnya anda cari solusinya ketika kelak bersinergi mendampingi Gubernur Anies.
Beban masalah Jakarta yang begtu berat memerlukan Gubernur dan Wakil Gubernur yang mampu bersinergi dengan baik. Wagubnya mampu membantu Gubernur mewujudkan visi misi dan programnya.
Reza dan Nurmansyah sama sama pernah menjadi anggota legislatif, keduanya berpendidikan S2, bedanya ada di Nurmansyah karena pernah menjadi Auditor BPK selama 5 tahun dan tidak pernah tersangkut perkara hukum. Sementara Reza pernah tersangkut saat menjadi Komisioner KPU DKI Jakarta.
Pada akhirnya, anggota DPRD DKI lah penentunya, merekalah yang akan memilih siapa wagub DKI mendatang. Hasilnya menggambarkan sekualitas itulah anggota DPRD.
Jakarta memerlukan Wagub yang memiliki semacam ‘chemistry’ dengan Gubernur, bekerja profesional dan memiliki integritas.
Oleh Ubedilah Badrun, analis sosial politik UNJ, Direktur Eksekutif Center for Social Political Economic and Law Studies (CESPELS)