Artikel ini ditulis Abdul Rohman Sukardi, Pemerhati Sosial dan Kebangsaan.
PP 28/2024 tentang Kesehatan memicu kontroversi. Pasal 103 ayat (1) menyatakan: “upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi”. Ayat (4) huruf e menyatakan: pelayanan kesehatan reproduksi termasuk di dalanya penyediaan kontrasepsi.
Pasal itu memicu gelombang protes dan penolakan publik. Diyakini akan memperluas praktek hubungan di luar nikah di kalangan pelajar. Sama saja melegalkan hubungan di luar nikah. Sebuah perilaku yang tidak dibenarkan dalam kehidupan bangsa ber Tuhan. Hubungan di luar nikah bertentangan dengan ajaran agama.
Ada tiga isu publik terus menghangat minggu-minggu ini. Salah satunya PP 28/2024 itu. Selain isu keterputusan nasab Habaib dan mundurnya Ketum Golkar Airlangga Hartarto.
PP itu cerminan kegagapan penyelesaian masalah. Atas akumulasi benturan nilai, realitas dan kebijakan. Aborsi terus meningkat. Agama mengajarkan pembunuhan (termasuk aborsi) merupakan dosa besar. Hubungan di luar nikah juga dilarang. Sementara kebijakan kependudukan menekankan pernikahan dini diyakini melahirkan generasi rapuh.
Jumlah pelaku aborsi mencengangkan. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), menunjukkan tingkat aborsi mencapai 228 per 100 ribu angka kelahiran hidup. Data lain mengungkapkan terjadi 2,5 juta aborsi pertahun. Sepertiganya dilakukan remaja. KTD (Kehamilan Tidak Diinginkan) meningkat 150.000 s/d 200.000 pertahun. Jumlahnya bisa lebih. Mengacu teori kriminilogi, data terungkap dari sebuah kejahatan hanyalah puncak gunung es. Dari jumlah besar yang tidak terungkap.
Data itu seperti hendak mengatakan: ada hasrat bilogis yang harus dipenuhi, akan tetapi tidak siap dengan kehamilan. Hasrat biologis adalah hukum alam. Harus disalurkan. Tidak bisa dihadang.
Hukum positif melarang aborsi. Diatur dalam pasal 75, 76, 77, dan 194 UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pengecualian pelarangan itu adalah ketika ada kedaruratan medis dan kehamilah akibat pemerkosaan yang bisa menyebabkan trauma psikologis. Ketentuan itu juga senada pada KUHP Lama, maupun UU No 1/2023 yang akan berlaku tahun 2026. Pengecualian larangan itupun dalam prosedur yang sangat ketat.
Hukum Islam terbagi dalam varian madzhab. Sebagian besar ulama Hanafiyyah dan sebagian kecil ulama Syafi’iyyah sebelum usia kehamilan 120 hari. Sebagian besar fuqaha’ Syafi’iyyah, sebagian besar fuqaha Hanabilah, dan sebagian kecil fuqaha’ Hanafiyyah membolehkan sebemum usia janin 40-40 hari. Sebagian kecil fuqaha’ Hanafiyyah menyatakan hukumnya makruh tahrim, baik sebelum maupun sesudah 40 hari. Sebagian besar fuqaha’ Malikiyyah, Imam al-Gazali, Ibn al-Jawzi, dan Ibn Hazm al-Zahiri, menyatakan aborsi sebagai haram secara mutlak.
Belum tersaji data terverifikasi dari keseluruhan kasus aborsi di Indonesia. Berapa persen masuk pengecualian yang diperbolehkan (mengalami kedaruratan medis dan akibat pemerkosaan). Atau sekedar Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD).
Disisi lain pernikahan dini merupakan bagian kebijakan kependudukan yang tidak disarankan. Pernikahan dini berdampak kesehatan pada ibu dan anak. Secara psikologis memicu depresi, kekerasan dalam rumah tangga dan keterbatasan dalam jenjang pendidikan. Secara ekonomi akan sulit memutus siklus kemiskinan ketika SDM tidak cukup bekal pendidikan. Dampak terhadap konfikugasi keluarga bisa menyebabkan ketidakstabilan, perkembangan anak, perceraian dan konflik.
Pertarungan antara nilai-nilai agama, ketentuan hukum positif, kebutuhan biologis dan kebijakan kependudukan itu kini dimenangkan oleh pemenuhan hasrat biologis. Implikasinya pada KDT dan berujung aborsi. Jutaan orang terlibat membunuh nyawa yang diberikan Tuhan dalam setiap tahunnya.
Melalui PP 28/2024, pemerintah berusaha mencegah KDT melalui pembagian alat kontrasepsi untuk anak sekolah. Sebagaimana kita tahu, kebijakan ini mengundang protes. Dinilai akan memperluas peluang seks bebas. Perilaku yang dilarang oleh ajaran agama.
Perlu terobosan solusi. Agar penyaluran hasrat bilogis pelajar dan remaja tidak berujung dosa (dalam perspektif agama). Oleh seks bebas dan pembunuhan (aborsi). Selain kebijakan “keluarga berencana”, perlu diperkenalkan “Nikah Dini Terencana” (NDT). Pernikahan dini tidak harus menjadi perilaku yang tidak disarankan. Justru seharusnya dianjurkan jika memang sudah memiliki pasangan dan kecukupan umur.
Tentu dengan perencanaan bersama keluarga. Menyangkut pengendalian kehamilan, studi dan karir. Pada kasus ini, penggunaan kontrasepsi untuk pengendalian kehamilah pasangan muda.
Pemerintah perlu manual nikah dini terencana. Disosialisasikan secara masif kepada para pelajar dan remaja.
Tanpa terobosan solusi, pembunuhan nyawa tak berdosa (janin) akan terus berlangsung. Faktanya aborsi terus meningkat. Pembunuhan massal terus terjadi. Jutaan jiwa pertahun. Pada masyarakat yang mengklaim sebagai bangsa dan negara ber Tuhan.
Jadi bagaimana?. Setuju NDT?. Atau ada solusi lain?.
ARS ([email protected]), Jaksel, 13-08-2024
[***]