KedaiPena.Com – Seluruh finalis Abang dan Nona Buku (Abnonku) 2016 dan pengurus ikatan alumni Abang dan none buku (Ikanobu), sebelum terjun ke masyarakat, harus terlebih dahulu menginternalisasikan dalam dirinya, lalu menyebarluaskan narasi dan keyakinan, bahwa dirinya adalah cucu-cucu keturunan dari bangsa yang memiliki tradisi literasi yang kokoh sejak lama.
Sebagaimana nenek moyang bangsa Indonesia adalah bangsa pelaut, maka nenek moyang bangsa Indonesia pun merupakan bangsa yang punya budaya literasi yang kuat.
Hal itu dibuktikan, diantara, bahwa selain memiliki candi-candi sela yang berbentuk bangunan, juga memiliki candi bahasa. Dan juga harus diingat, bahwa para para pendiri republik Indonesia pun seluruhnya adalah figur-figur pembaca dan penulis yang hebat-hebat.
Hal itu disampaikan konsultan Kota Layak Anak dan penumbuhkembangan minat dan tradisi berliterasi anak, Nanang Djamaludin, saat menyampaikan materi pembekalan Literasi Informasi dihadapan para finalis pemilihan Abang dan None Buku (Abnonku) 2016 di Wisma Tridi Mega Mendung Bogor Jawa Barat, yang berlangsung dari 11-13 November 2016.
Perlu diketahui, bahwa ajang pemilihan Abnonku merupakan program unggulan dari Badan Perpustakaan Arsip Daerah (BPAD) DKI Jakarta, yang telah ada sejak tahun 2010, dalam rangka komitmennya untuk menumbuhkembangkan minat dan tradisi berliterasi anak dan masyarakat di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Para Abnonku terpilih itulah yang akan menjadi duta literasi di tengah masyarakat Jakarta.
“Para finalis Abnonku 2016 yang cantik-cantik dan ganteng-ganteng itu juga harus menginternalisasikan dalam dirinya dan menularkan, bahwa aktivitas berliterasi merupakan aksi bernilai spiritual sekaligus sosial. Dimana agama-agama yang ada menempatkan aksi berliterasi sebagai perbuatan yang amat luhur,” sambung Nanang yang juga Direk tur Eksekutif Jaringan Anak Nusantara (JARANAN).
Lebih jauh ia menyebutkan, bahwa data-data yang berseliweran dari tahun-ke tahun, yang menempatkan posisi rendah dari masyarakat Indonesia dalam hal literasi, harus berusaha dijungkirbalikkan. Yakni lewat komitmen dan aksi nyata para pegiat literasi, tak terkecuali Abnonku dan Ikanobu.
Sampai benar-benar berlangsung geliat perluasan minat dan kegemaran berliterasi di masyarakat lewat parameter yang terukur, yang menandai bekerjanya upaya penjungkirbalikkan kondisi angka-angka literasi masyarakat yang selama ini ada dan cenderung memalukan itu.
“Dalam program-programnya nanti, saya menaruh harapan besar, agar finalis Abnonku 2016, menitikberatkan pada penciptaan struktur pengalaman personal dan pengalaman kelompok pada diri anak-anak di basis-basis anak, seperti di RPTRA-RPTRA dan di kampung-kampung Jakarta,” usul Nanang.
Artinya, lanjutnya, Abnonku 2016 dan Ikanobu harus mampu membantu anak-anak di daerah-daerah basis agar memiliki pengalaman, bahwa berliterasi dalam pengertiannya yang utuh berdasarkan Deklarasi Praha itu, mengasyik, keren, menghebatkan, dan bergizi rohani tinggi yang sangat baik untuk perkembangan lebih lanjut karakter anak-anak dan remaja.
Laporan: Galuh Ruspitawati