KedaiPena.Com – Terpilihnya Oky Rahmanda (17) dari Jakarta Utara dan Yasmin Shafa Kamila (16) dari Jakarta Timur sebagai Abang dan None Buku (Abnonku) Jakarta 2016, beserta sederetan nama yang menjadi finalis Abnonku Jakarta 2016, menandai kemunculan generasi digital natives atau “pribumi digitalâ€, yang harus membuktikan dirinya lebih lanjut sebagai bibit-bibit potensial penggerak di ranah gerakan literasi di Jakarta.
Direktur Eksekutif Jaringan Anak Nusantara (JARANAN), Nanang Djamaludin, menyampaikan hal itu terkait terpilihnya Abnonku Jakarta 2016 dan para finalis lainnya pada ajang kompetisi ikonik literasi unggulan yang digelar setiap tahun oleh Pemprov DKI Jakarta melalui Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BPAD) DKI Jakarta.Â
Sebelumnya diketahui, pada malam final yang digelar akhir pekan lalu (19/11/2016), dewan juri memutuskan juara I Abang Buku DKI Jakarta 2016 disematkan kepada Oky Rahmanda, pelajar kelas XII SMAN 75 Jakarta Utara. Dan None Buku DKI Jakarta 2016 diraih Yasmine Shafa pelajar putri SMA Labschool Jakarta Timur.Â
Sementara juara kedua II jatuh pada pasangan Abnonku Prasetyo Amirullah (Jakbar)-Nabila Mentari (Jakut). Untuk juara III diraih pasangan Abnonku Aldi Dzuhriansyah (Jakut)-Amalia Marisa Putri (Jaksek). Sedangkan pasangan Abnonku Harapan I (Abnonku Favorit) diberikan pada M.Dhirga Cahya D (Jakpus)-Paska Denberia P (Jakpus). Dan Abnonku Harapan II (Abnonku Persahabatan) disematkan kepada Iratama Artayasa (Jakpus)-Remi Septi Rohani (Jakut).
Aura kebahagiaan dan keceriaan tercurah dari wajah para pemenang dan finalis Abnonku 2016. Tak ketinggalan teman-teman dan para pendukung mereka dari masing-masing wilayah Jakarta turut bersorak-sorai gegap gempita, mengiringi pengumuman itu. Â Â
“Abnonku Jakarta 2016 terpilih dan seluruh finalis yang masih belia-belia, cerdas-cerdas, cantik-cantik dan gagah-gagah itu merupakan para digital natives. Mereka merupakan generasi yang lahir dan hidup di paruh pertama milenium ketiga, yang sejak awal akrab dengan internet, telpon pintar, beragam aplikasi dan animasi dalam gawai, serta suka pelbagai produk digital lain yang terus berkembang di era kekinian dalam rangka memudahkan hidup,” jelas Nanang yang menjadi tim pembekalan materi literasi kepada para finalis itu.
Namun ia mengingatkan, sebagai generasi asli era digital, yang saat beranjak dewasa terus saja dibanjiri beragam informasi lewat perangkat digital, sebaiknya mereka tak begitu saja ikut-ikutan meninggalkan atau tak mau lagi mengakses buku (fisik), sebagaimana menggejala di banyak kalangan generasi seangkatan mereka. Bahkan juga berlangsung di kalangan generasi di atas mereka, yakni para kaum imigran digital atau digital immigrants.
Sebab, buku sebagai produk rintisan industrial paling awal dalam sejarah manusia pasca ditemukannya mesin cetak Gutenberg, sejak berabad-abad memiliki karakter khas, yakni memiliki jati diri, selesai dalam dirinya sendiri, memiliki kelezatan dan keintiman nan personal bagi para pembacanya, serta punya muatan kedalaman yang menjadi kekhasan sekaligus kekuatannya. Dan melalui buku-buku dan perpustakaan-perpustakaan, yang terbangun sejak abad keenam, telah terbukti turut mengawal kelahiran dan perkembangan abad pencerahan.Â
“Meski di era digital berkembang buku-buku digital atau e-book, namun cuma sebagian kecil saja dari lautan khazanah peradaban buku sejak masa lampau hingga masa kini yang telah ada versi e-booknya. ‎Sehingga bagi para Abnonku 2016 dan para finalis Abnonku yang mengemban amanat sebagai duta literasi masyarakat Jakarta, harus pula bergaya hidup mencintai buku, menyosialisasikan dan mengkampanyekan kelezatan dan nilai gizi dari sebuah buku, meski mereka sendiri adalah kaum pribumi digital,†pesannya.
Lebih jauh terkait kebijakan sektor literasi oleh Pemprov DKI Jakarta selama lebih dari setahun terakhir ini, Nanang cukup menyayangkan kebijakan yang ditempuh Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang terlampau menitikberatkan pada dorongan penggunaan buku-buku berbasis digital lewat program perpustakaan digital ijakarta.Â
Padahal di Jakarta sudah sejak lama berkembang perpustakaan-perpustakan masyarakat atau taman-taman bacaan masyarakat (TBM), yang mana perlu memperoleh perhatian dan kemitraan lebih jauh dari Pemprov DKI Jakarta. Terutama dalam rangka bersama-sama turut mendorong penumbuhkembangan minat dan tradisi berliterasi pada anak-anak dan masyarakat Jakarta. Â
Seharusnya, perpustakaan digital ijakarta cukup menjadi penunjang saja, bukan menjadi kebijakan sektor literasi paling utama untuk didorong di tengah masyarakat Jakarta. Sebab problem kita, terlebih di kalangan anak-anak, selain terletak pada minat baca dan motede-metode ampuh menumbuhkembangan minat baca, juga pada sumber-sumber bacaan yang baik dan layak untuk dikonsumsi anak-anak.Â
“Memangnya berapa banyak sih anak-anak dan masyarakat Jakarta yang ketika menggenggam gawai yang mengasikkan itu, lalu benar-benar minat membaca buku-buku digital ijakarta? Saya khawatir anak-anak itu ketika berselancar lewat gawainya, justru malah berpotensi terpapar atau malah berasyik-masyuk dengan kontens-kontens porno atau yang mengandung unsur kekerasan, yang seharusnya tidak dilihat atau dibaca oleh mereka!†tambah Nanang yang juga konsultan kota layak anak dan keayahbundaan itu.Â
Kepada Abnonku Jakarta 2016 dan seluruh finalis Abnonku, ia berpesan untuk benar-benar mendedikasikan diri dan mengambil peran konkrit di tengah kancah perjuangan semesta gerakan literasi di Jakarta, yang tantangan dan hambatannya tidaklah selalu mudah. Meski di Jakarta, tentu saja persoalan literasi tidaklah serumit dan sekompleks dibandingkan pelosok-pelosok lain pada daerah-daerah yang sulit diakses.
“Abnonku Jakarta 2016 terpilih dan para finalis Abnonku Jakarta 2016, perlu segera merancang dan mengaktualisasikan program-program dan aksi-aksi kemasyarakatan yang tepat dan paling memungkinkan untuk digarap. Dengan metode dan sasaran yang jelas. Hal itu dalam rangka terus mendorong penumbuhkembangan minat dan tradisi berliterasi, khususnya literasi dasar dalam makna utuhnya berdasarkan Deklarasi Praha 2003, di kalangan anak-anak dan kaum muda di Jakarta,†sorongnya.
Dan, lanjutnya, bagi para pribumi digital yang kurang-lebih seusia dengan para Abnonku 2016, mari bersama-sama berliterasi secara utuh, membaca buku, menulis apapun yang terbersit dalam pikiran dan perasaan, menjadi pembelajar seumur hidup, saling berbagi dan bergotong royong, membangun jejaring dan persahabatan lewat segenap saluran literasi yang paling mungkin digunakan, dan menciptakan karya-karya sosial yang sepenuhnya didedikasikan untuk masa depan yang lebih baik bagi negeri Nusantara tercinta.
Laporan: Anggita Ramadoni‎