KedaiPena.Com – Indonesia maupun Jepang berkomitmen terhadap demokrasi, kemakmuran dan kemajuan. Sebuah hubungan strategis diperkuat antara Indonesia dan Jepang.
Dengan populasi gabungan 400 juta, kombinasi generasi muda dan tua yang dinamis dan dapat dipercaya, adalah modal untuk menguatkan hubungan ekonomi yang kuat yang saling melengkapi. Hal ini akan memberikan sebuah karya Asia yang demokratis dan makmur.
Hal tersebut ditegaskan begawan ekonomi Rizal Ramli saat melakukan kunjungan ke GRISP University Tokyo, Jepang, belum lama ini.
“Untuk demokrasi, untuk bisa mewujudkan perdamaian dan kemakmuran dan kemajuan, kita harus mengandalkan tata pemerintahan dan inovasi yang baik,” tegasnya.
“Kita bisa mencapai kemajuan dengan cara menyalin model terbaik dan praktik terbaik di seluruh dunia. Itulah yang kita sebut globalisasi. Inovasi adalah tingkat lain. Globalisasi, di alam dan kebanyakan kasus, bersifat aditif. Tapi inovasi bisa bersifat eksponensial,” imbuh Rizal.
Inovasi bisa menciptakan besar
nilai, mengganggu model dan praktik lama, dan mempercepat kemajuan dan kemakmuran.
Ia mencontohkan, Inggris menguasai laut di abad 19, penguasa Inggris dunia. Abad ke-20 adalah Abad Amerika, mendominasi panggung dunia.
“Abad ke-21 akan menjadi Abad Asia. Pertanyaan kunci, ini akan menjadi kebangkitan Asia yang demokratis, atau Asia otoritarian, atau keduanya, dalam konsistensi damai? Apa pun yang terjadi, saya berharap bahwa abad ke-21 akan menjadi Asia yang damai dan sejahtera,” Rizal menekankan.
“Itu semua, bagaimanapun, akan tergantung pada kita. Hubungan strategis Indonesia dan Jepang dapat menjadi titik tumpu Asia yang demokratis dan damai yang akan mendorong kemakmuran ekonomi dan sosial. Untuk mencapai tujuan tersebut, konektivitas sangat penting: sosial, ekonomi, LSM, dan konektivitas orang-ke-orang yang paling penting,” serunya.
“Jepang dan Indonesia harus memimpin dalam mempromosikan jalur pertumbuhan tinggi dalam konteks demokrasi, memperkuat visi demokrasi yang memberikan perdamaian dan kemakmuran,” tandas Rizal.
Laporan: Muhammad Hafidh