KedaiPena.Com- Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher mempertanyakan langkah pemerintah dalam menghadapi potensi hilangnya jutaan lapangan kerja beberapa tahun ke depan. Menurut Netty begitu ia disapa negara-negara lain sudah memikirkan dan mempersiapkan langkah untuk menghadapi ancaman tersebut.
“Saat ini negara-negara lain sudah memikirkan dan mempersiapkan langkah untuk menghadapi ancaman tersebut. Bagaimana dengan kita? Semoga pemerintah Indonesia tidak anteng-anteng saja menghadapi realita tersebut,” kata Netty, Selasa,(18/7/2023).
Dalam kesempatan itu, Netty juga menyinggung soal prediksi World Economic Forum (WEF) dalam The Future of Jobs 2023 yang menyebut jika 83 juta pekerjaan akan hilang pada 2027 mendatang karena adanya digitalisasi hingga pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat.
“83 juta pekerjaan diprediksi hilang, namun menurut WEF akan ada 69 juta pekerjaan baru yang muncul dengan tuntutan pengetahuan dan ketrampilan khusus. Hal ini harus menjadi perhatian serius pemerintah untuk mempersiapkannya,” ungkap Netty.
Mengutip laporan WEF, Netty mengatakan, penurunan pasar tenaga kerja akan lebih besar pada sektor rantai pasok dan transportasi, diikuti sektor media, hiburan, dan olahraga. Gangguan yang lebih kecil akan dialami oleh industri manufaktur, termasuk ritel dan grosir barang konsumer.
“Apakah sistem pendidikan kita sudah link and match dengan hadirnya lapangan pekerjaan baru tersebut yang diprediksi lebih terdigitalisasi? Jangan sampai kita sebagai negara berkembang ketinggalan dalam merespon perkembangan dunia tenaga kerja,” katanya.
Netty juga meminta agar pemerintah memetakan ulang potensi lapangan kerja di luar negeri.
“Salah satu kelebihan Indonesia adalah bonus demografi berupa surplus anak muda dan tenaga produktif. Bagaimana langkah pemerintah dalam mengoptimalkan tenga kerja produktif tersebut untuk mengisi kebutuhan-pekerjaan di luar negeri. Tentunya kita ingin tenaga kerja terlatih dan terdidik yang siap dikirim ke luar negeri, bukan sebaliknya,” pungkas Netty.
Laporan: Tim Kedai Pena