KedaiPena.Com – Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (JarNas Anti TPPO) menilai 74 tahun Indonesia merdeka, belum sepenuhnya bisa menjamin warga negara khususnya Pekerja Migran Indonesia (PMI) agar terbebas dari masalah perdagangan manusia hingga hukuman mati.
Ketua JarNas Anti TPPO Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, mengatakan hal tersebut dapat terlihat dari 195 Pekerja PMI dari berbagai wilayah di Indonesia yang terancam hukuman mati hingga Agustus 2019 ini.
“Sangat baik Indonesia segara melakukan pendampingan hukum dan lobby politik untuk melindungi warga negaranya yang terancam hukuman mati di luar negeri,” ujar Sara sapaanya di kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Jakarta, Rabu, (14/8/2019).
Sara melanjutkan Indonesia juga masih sangat lalai dalam memberikan perlindungan warga negaranya yang bekerja di luar negeri.
Hal ini, kata Sara, terlihat pada meningkatnya kasus pemulangan jenazah PMI yang berasal dari NTT, dimana setiap tahun mengalami peningkatan.
“Pada Agustus 2019 ini, NTT telah menerima tujuh puluh empat (74) jenazah yang telah dipulangkan, dan kasus hukumnya tidak diproses,” beber Sarah.
Anggota Komisi VIII DPR RI ini meminta agar pemerintah dapat melakukan pengawalan pada kasus-kasus hukum PMI.
“Hal ini sangat penting agar keluarga korban bisa mendapatkan hak-haknya,” tegas Sarah.
Sementara itu terpisah, Andy Ardian dari Sekretaris JarNas Anti TPPO mengungkapkan bahwa situasi ini merupakan tuaian hasil dari pembiaran yang telah dilakukan oleh negara dalam melindungi warga negaranya yang terpaksa bekerja keluar negeri.
“Sehingga dimanfaatkan oleh sindikat perdagangan orang,” tutur dia.
Andy pun mengatakan situasi kemiskinan yang menyebabkan masyarakat NTT rentan untuk menjadi korban perdagangan orang.
“Selain itu Indonesia juga perlu mewaspadai situasi kerentan saat terjadinya bencana, sebagai negara yang sangat rawan terjadi bencana situasi ini dimanfaatkan oleh sindikat perdagangan orang dengan motif memberikan bantuan,” pungkas dia.
Laporan: Muhammad Hafidh