KedaiPena.com – Pemerintah melalui Kemenko Maritim dan Sumber Daya RI memberikan penjelasan tentang alasan memilih skenario kilang LNG di darat dari Blok Masela.
Salah satu alasan mendasarnya adalah secara keekonomian skenario LNG Laut lebih mahal dan bisa berakibat pada tingginya cost recovery atau semakin berkurangnya pendapatan bagian negara. Ini berbanding terbali dari kilang LNG di darat yang biayanya jauh lebih murah.
Dalam sebuah Forum Group Discussion (FGD) Wartawan Maritim bertajuk “Pendalaman Teknis Isu-isu Strategis Migas‎”, ‎Tenaga Ahli Bidang Energi di Kemenko Maritim dan Sumber Daya RI Haposan Napitupulu menjabarkan ada enam keuntungan kilang LNG Blok Masela dilakukan di darat.‎‎
Pertama, jabarnya, biaya investasi dan biaya operasi yang lebih rendah daripada LNG Laut. Mengacu kepada biaya LNG Laut di Prelude-Australia, maka perkiraan biaya pembangunan skenario Kilang LNG Laut sekitar 23 hingga 26 miliar dolar AS.
Sedangkan perkiraan biaya kilang LNG darat, mengacu kepada biaya pembangunan 16 kilang LNG darat yang telah terbangun di Indonesia dan 1 Kilang LNG yang masih dalam tahap perencanaan Kilang LNG Tangguh Train 3 diperkirakan mencapai 16 miliar dolar AS. Angka ini sudah termasuk biaya pembangunan jalur pipa laut sebesar 1,2 miliar dolar AS dan biaya pembangunan FPSO sekitar 2 miliar dolar AS.
Sehingga, secara keekonomian skenario LNG Laut lebih mahal, yang akan berakibat tingginya cost recovery atau semakin berkurangnya pendapatan bagian.
“Kedua, produksi gas yang dialirkan ke darat dapat diproses sebagai LNG dan sekaligus bahan baku untuk industri petrokimia. Ini tidak akan terjadi jika dipilih LNG laut,” sambung Haposan dalam diskudi di lantai 2 Gedung BPPT, Thamrin, Jakarta, Jumat (11/3).
‎
Alasan ketiga, lanjutnya, LNG dapat disuplai ke pulau-pulau di sekitar Maluku dan NTT untuk pemenuhan kebutuhan energi dengan menggunakan small carrier. Hal ini lagi-lagi tidak dapat dilakukan jika kilang LNG dibangun di laut.
“Keempat, harga jual produksi gas lapangan abadi tidak seluruhnya terpengaruh oleh fluktuasi harga minyak dunia, sebab gas yang dipakai untuk industri petrokimia dijual dengan harga tetap dengan eskalasi tahunan,” sambung Haposan.‎
Kelima, masih jabarnya, ketika harga crude mencapai kurang dari 30 dolar AS per barel seperti saat ini, skenario LNG laut akan menyebabkan hampir seluruh pendapatan negara tersedot untuk membayar cost recovery. Sedangkan dengan skenario LNG darat, yang sebagian gas untuk petrokimia yang harga jual gasnya tidak diikat dengan harga crude, akan tetap memberikan pendapatan yang stabil.
“Terakhir, skenario LNG darat dikombinasikan dengan industri petrokimia, akan memberikan nilai tambah dan penyediaan lapangan kerja yang jauh lebih tinggi daripada skenario LNG laut. Berdasarkan pengalaman di Australia, sebanyak 7.000 lebih tenaga kerja akan sia-sia bila skenario yang dipilih adalah LNG laut,” tandasnya.
(oskar/veb)