KedaiPena.Com – Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengumumkan sanksi terbaru terhadap junta militer Myanmar atas kudeta dengan memasukkan Kementerian Pertahanan dan Kementerian Dalam Negeri Myanmar, dalam daftar hitam, pada, Kamis, (4/3/2021).
Selain dua lembaga tersebut, AS juga memasukan dua perusahaan yang dikelola militer ke daftar hitam perdagangan. Dua perusahaan tersebut, yakni Myanmar Economic Corporation dan Myanmar Economic Holdings Limited, yang merupakan perusahaan besar milik militer Myanmar.
Seperti dikutip dari dikutip di Reuters perusahaan itu berpengaruh besar terhadap ekonomi Myanmar, dengan bisnis mulai dari pertambangan, rokok, bir, ban, real estat, hingga telekomunikasi.
“Pemerintah AS akan terus meminta pertanggungjawaban pelaku kudeta atas tindakan mereka,” ujar Departemen Perdagangan AS dalam sebuah pernyataan, Jumat, (5/3/2021).
Kementerian Dalam Negeri Myanmar memasok teknologi dari perusahaan AS yang digunakan untuk mengawasi media sosial masyarakat.
AS juga membatasi akses junta militer terhadap kontrol ekspor. Langkah itu bertujuan membatasi militer untuk mendapat keuntungan atas akses ke banyak barang.
Tindakan itu dilakukan sebagai respons atas kekerasan yang dilakukan aparat Myanmar menghadapi demonstran. Di mana hingga Rabu (3/3/2021) PBB mengatakan 54 orang tewas sejak kudeta 1 Februari, ketika demonstran anti-kudeta bentrok dengan aparat keamanan.
Bulan lalu, Biden memberlakukan sanksi terhadap militer yang bertanggung jawab atas penahanan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi, seperti pemblokiran menteri pertahanan dan tiga perusahaan di sektor batu giok dan permata.
Sementara itu, junta militer Myanmar mengaku tidak khawatir dengan sanksi apa pun dari Negara luar. Seperti yang disampaikan Wakil Panglima Militer Myanmar, Soe Win, kepada utusan khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener.
“Jawaban dia ‘Kami sudah terbiasa dengan sanksi, dan buktinya kami selamat. Saya juga memperingatkan mereka (militer) bahwa Myanmar bisa terisolasi, jawabannya ‘Kami harus belajar berjalan dengan sedikit teman’,” ungkap Schraner Burgener.
Sementara itu, Kepala Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meminta junta militer Myanmar untuk menghentikan pembunuhan dan pemenjaraan demonstran pada Kamis, 4 Maret 2021. PBB mengatakan setidaknya 54 orang dilaporkan tewas selama satu bulan setelah kudeta junta militer terjadi.
Kepala HAM PBB, Michelle Bachelet menuntut aparat keamanan Myanmar menghentikan tindakan keras mereka terhadap para demonstran.
“Militer Myanmar harus berhenti membunuh dan memenjarakan demonstran. Sangat menjijikkan bahwa aparat keamanan menembakkan peluru tajam terhadap demonstran damai di seluruh negeri,” ungkap dia, seperti dikutip dari Euro News.
Dalam penjelasanya, permohonan Bachelet muncul sehari setelah 30 orang tewas dalam protes di Myanmar pada Rabu, 3 Maret yang menjadi insiden paling berdarah sejak kudeta pada 1 Februari.
Secara total, Kantor Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia (OHCHR) PBB meyakini sedikitnya 54 orang tewas sejak militer menggulingkan pemerintah sipil.
Menurut Save the Children NGO, sedikitnya empat orang yang terbunuh adalah anak-anak berusia antara 14 hingga 17 tahun. “Ratusan orang juga terluka sementara lebih dari 1.700 ditangkap dan ditahan secara sewenang-wenang,” ujar OHCHR.
Baru- baru ini publik dunia juga dikejutkan dengan tewasnya, Seorang remaja perempuan tewas tertembak oleh pihak militer Myanmar saat mengikuti aksi demo. Dikutip, News.com.au, Kamis (4/3/2021) remaja berusia 19 tahun bernama Kyal Sin atau dikenal juga sebagai Angel atau dalam bahasa Indonesia berarti malaikat, tewas tertembak saat mengikuti aksi protes pada Rabu (3/3/2021).
Angel berpartisipasi dalam aksi protes di Mandalay dengan mengenakan kaos bertuliskan “Everything Gonna be Okay” atau “semuanya akan baik-baik saja”. Saat mengikuti aksi demo, Angel beberapa kali tertangkap kamera dan foto-fotonya kini viral di media sosial Twitter.
Laporan: Muhammad Hafidh