KedaiPena.Com – Pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus terjadi. Terbaru, 51 pegawai KPK dinonaktifkan karena dianggap tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).
Advokasi Rakyat untuk Nusantara (ARUN) mengungkapkan keprihatinannya atas kondisi KPK saat ini. Di mana pimpinan KPK yang seharusnya menegakan hukum tetapi malah melawan hukum dengan mengabaikan putusan Mahkamah Kosntitusi (MK).
MK sendiri dalam pertimbangan putusannya terkait uji materi UU KPK, menyatakan alih status sebagai ASN tak boleh merugikan pegawai.
“Bahwa kondisi kita darurat hukum. Pegawai KPK itu yang sedang memegang peranan penting yaitu sedang menangani perkara-perkara penting. Dengan kondisi ini, dipastikan perkara tersebut terhenti,” kata Bob Hasan dalam konferensi pers yang digelar di DPP ARUN, Jakarta Pusat, Jumat, (28/5/2021).
Bob menjelaskan, maksud dari darurat hukum tersebut lantaran nantinya dengan lemahnya pemberantasan, maka korupsi makin merajalela.
“Itulah darurat hukum. Sehingga boleh jadi ini merupakan bagian dari skenario bagi penguasa yang ada di belakang, sehingga menyebabkan siapa yang memegang perkara tersebut harus bergeser,” papar Bob.
Dengan kondisi demikian, ARUN mendesak Presiden Jokowi untuk turun tangan mengembalikan posisi 51 pegawai KPK ke posisi semula agar pemberantasan korupsi kembali ‘on the track’.
Bob menambahkan, dirinya berserta mahasiswa yang tergabung dalam Kondolidasi Mahasiswa Nasional Indonesia (Komando) akan bergerak dan turun ke KPK dan lembaga presiden, guna mengembalikan posisi 51 pegawai tersebut.
“Kami ARUN akan turun ke KPK dan presiden sendiri untuk meminta ketegasan dari lembaga presiden,” tegas Bob.
Bob mengaku, pihaknya juga akan melakukan upayan gugatan hukum baik melalui peradilan tata usaha negara maupun peradilan umum.
“Terkait gugatan perbuatan melawan hukum,” papar Bob.
Sementara itu, Sekjen ARUN Bungas T Fernando menilai, keputusan kepada 51 pegawai KPK ini menjadi aneh lantaran proses konsitusi dengan mengambaikan keputusan MK.
“Karena berdasarkankan tata peraturan perundang-undangan kita, hierarki bahwa peraturan di bawah tidak bisa menabrak di atas. Hari ini yang terjadi, keputusan itu menabrak putusan MK, dan UU ini sendiri yang ditabrak,” tandasnya.
Laporan: Muhammad Lutfi