SAAT aku gantungkan isyarat di tangkai pohon soka,
Aku lihat anggunmu di lingkar bianglala.
Aku menata segala fragmen yang selama ini meninggalkan hening jejak. Memasak segala kata-kata cinta dalam menu sajak.
Amanda,
kamu satu serenade yang ku pungut di birunya segara. Harapan yang kutitipkan di perahu kertas saat hujan jatuh di masa kecilku
Ku kenang kamu bagai jalur rempah
Saat aku merindu sebuah rumah. Padamu ada rindu ilalang kepada savanah,
Tanpa banyak tanya, aku menanam doa disana.
Ketika udara meneteskan lakrimasi embun. Di hidupku, orang lalu lalang bagai barisan gerimis. Aku mengenang rindu pada wajahmu yang manis.
Cintaku seharusnya kokoh semangat,
Meniru kaum jacobin dalam gelora yang kuat.
Di dalam doa-doa yang lembut,
engkau menjelma lazuardi saat ku terbangun di pagi. Aku tersenyum, bersama daffodil yang menguning di petak pekarangan. Selalu ada esok dan kamu.
Oleh pecinta sastra, Aditya Iskandar, Wijaya 19 April 2016