KedaiPena.com – Ramainya pembicaraan terkait dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di Kementerian Keuangan, mendorong Menteri Keuangan Sri Mulyani, yang juga selaku Anggota Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan (KNPP) Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) menjelaskan kepada Komisi III DPR RI terkait pengelolaan data laporan PPATK di Kementerian Keuangan.
Dalam Rapat Kerja dengan Komisi III yang terbuka untuk umum, Sri Mulyani menyampaikan yang menyebabkan data terlihat berbeda, antara paparan Ketua Komite TPPU Mahfud MD dengan paparannya adalah karena kategorisasi data.
“Perbedaan datanya adalah terkait presentasi kategori data. Yaitu, Rp349 triliun itu terdiri dari senilai Rp253 triliun yang terdapat pada 65 surat itu terkait data perusahaan dan korporasi. Jadi, dibedakan antara data korporasi perusahaan yang memang ada dalam domain Kemenkeu, tupoksi Bea Cukai, penerimaan pajak. Kemenkeu diminta untuk melihat apakah ada transaksi yang diduga TPPU. Termasuk di antaranya Rp189 triliun yang disebut secara khusus. Jika dalam surat ini ada nama pegawai Kemenkeu, kami akan menindaklanjuti. Apalagi jika memang ada data tambahan,” kata Sri Mulyani.
Ia menjelaskan, data yang paling ramai dibicarakan adalah perbedaan transaksi Rp3,3 triliun yang disampaikan di Komisi XI versus Rp35 triliun yang disampaikan di Komisi III oleh Menko Polhukam.
“Kami menerima 135 surat terkait korporasi dan pegawai senilai Rp22 triliun. Setelah dipilah, Rp18,7 triliun itu terkait transaksi debit kredit operasional transaksi dan orang pribadi yang tidak terafiliasi dengan pegawai Kemenkeu. Terdiri dari 4 perusahaan dan dua orang pribadi,” paparnya.
Sementara, yang menyangkut pegawai Kemenkeu, adalah Rp3,3 triliun, yang merupakan akumulasi transaksi debit kredit pegawai, termasuk penghasilan resmi, transaksi dengan keluarga dan jual beli harta untuk kurun waktu 15 tahun, 2009 sampai 2023, yang telah ditindaklanjuti.
“Angka ini juga termasuk surat PPATK kepada kami, saat kami membutuhkan data clearance pegawai yang digunakan dalam rangka mutasi promosi,” paparnya lagi.
Sisanya Rp13 triliun dalam 64 surat, adalah yang menyangkut pegawai Kemenkeu, yang dikirim ke APH.
“Dan ini tidak bisa kami buka, karena Kemenkeu hanya menerima nomor surat saja. Kami fokus pada Rp22 triliun yang memang ditujukan kepada kami,” kata Sri Mulyani menjelaskan perbedaan angka Rp35 triliun dan Rp3,3 triliun.
Khusus untuk nilai transaksi Rp3,3 triliun yang terkait 348 pegawai Kementerian Keuangan, lanjutnya, telah dijatuhkan Hukdis pada 164 pegawai meliputi pemberhentian 37 pegawai, pembebasan jabatan 20 pegawai, penurunan pangkat 64 pegawai dan teguran hingga penundaan kenaikan pangkat 43 pegawai.
Dan pada 184 pegawai lainnya, terdiri dari, telah vonis pengadilan 13 pegawai, audit investigasi atau klarifikasi 41 pegawai, clearance untuk promosi atau mutasi 12 pegawai, pensiun atau mengundurkan diri 13 pegawai, belum ada indikasi pelanggaran namun digunakan sebagai data profil 79 pegawai dan pegawai yang disebut dalam data PPATK (data double) 26 pegawai.
“Yang sudah diselesaikan bersama APH 9 surat atau kasus,” ujarnya.
Sementara untuk transaksi Rp18,7 triliun, Sri Mulyani menyebutkan bahwa transkasi tersebut tidak berhubungan dengan pegawai Kementerian Keuangan.
“Sebut saja PT A dengan transaksi senilai Rp11,38 triliun, yang merupakan grup dari tiga perusahaan, tidak ditemukan adanya aliran dana ke pegawai Kemenkeu dan keluarga. PT B senilai Rp2,7 triliun selama periode 2015 – 2017, dimana terlihat bahwa rekening tersebut aktif digunakan sebagai rekening operasional perusahaan. PT C senilai Rp1,88 triliun periode 2010 hingga 2015, dengan pola transaksi pass by dimana dana masuk yang berasal dari sejumlah perusahaan dan transaksi tunai keluar melalui pemindahbukuan. Pribadi, D&E senilai Rp2,2 triliun atas WP Sdr. D tidak dapat ditindaklanjuti karena telah meninggal dunia dan atas WP sdr. E telah diselesaikan dan diterbitkan SKP tahun 2021. PT F senilai Rp452 miliar meliputi 3 perusahaan dan 14 rekening periode 2017 hingga 2019, teridentifikasi digunakan sebagai rekening untuk kegiatan operasional dan untuk menerima dana dari transaksi setoran tunai tanpa underlying,” ujarnya memaparkan.
“Kelima data PT tersebut merupakan permintaan dari Irjen Kementerian Keuangan dan dua pribadi adalah inisiatif PPATK, semuanya telah ditindaklanjuti,” tandasnya.
Laporan: Ranny Supusepa