KedaiPena.Com – Pengamat politik dari Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah, menilai penolakan 35 investor global terhadap UU Omnibus Law Cipta Kerja akan berdampak buruk bagi pemerintah.
Dedi begitu ia disapa mengatakan, ada dua dampak buruk yang berimbas kepada pemerintah dengan penolakan dari 35 global investor terhadap omnibus law cipta kerja.
“Pertama, pemerintah dan DPR tidak miliki sense of moral legislation, yakni komitmen moral untuk menghasilkan Undang-undang yang secara kualitas berorientasi pada kepentingan publik, dan tentu mendapat dukungan publik,” kata Dedi kepada KedaiPena.Com, Senin, (12/10/2020).
Kedua, lanjut Dedi, UU Ciptaker menjadi ironi, dan menjadi pemantik kegaduhan publik, dalam posisi puncak ketika tuntutan publik diabaikan, beresiko memunculkan aksi massa yang lebih besar dan terakomodir.
Padahal, lanjut Dedi, jangan sampai aksi publik ini dijadikan momentum pembuktian jika Presiden layak dilengserkan.
“Tentu kita semua tidak berharap demikian itu terjadi. Jika aksi terus terjadi dan pemerintah acuh, bukan tidak mungkin dunia internasional terpengaruh,” tegas Dedi.
Terlebih lagi, kata Dedi, dari produk legislasi Ciptaker minim kepercayaan publik dan bisa saja kelunturan kepercayaan itu mengarah pada proses yang serba tidak terbuka.
“Bahkan hingga hari ini naskah yang disahkan sekalipun masih simpang siur, dan belum ada titik finalnya. Tentu ini keanehan sepanjang sejarah legislasi di Indonesia,” tandas Dedi.
Diketahui, 35 investor global menolak Undang- undang (UU) Omnibus Law cipta kerja. 35 investor global tersebut yang mengelola aset senilai 4,1 triliun dollar AS (Rp 60.339 triliun).
Para investor tersebut memperingatkan Pemerintah Indonesia bahwa UU tersebut justru dapat menimbulkan risiko baru bagi eksistensi hutan tropis.
Dalam surat yang dilihat oleh Reuters, sebanyak 35 investor mengungkapkan keprihatinan mereka. Surat tersebut dikirim beberapa jam sebelum RUU Cipta Kerja disahkan jadi UU.
Laporan: Muhammad Hafidh