KedaiPena.Com – Anggota Komisi VI DPR RI Juliari Peter Batubara mengatakan, ruginya sejumlah BUMN karena pemerintah terlalu memberikan keistimewaan yang berlebihan. Akibatnya mereka tidak kreatif alias manja.
“Selama sistem rekrutmen Direksi BUMN tidak transparan atau tidak jelas kriterianya ditambah pemerintah terlalu memanjakan BUMN, pasti akan begini terus (merugi),” tandas politisi PDIP itu saat dihubungi di Jakarta, ditulis Selasa (2/5).
Di samping itu, lanjut dia, meruginya puluhan BUMN tersebut selain disebabkan kesalahan pola rekrutmen sumber daya manusia, dan juga karena kesalahan pengelolaan BUMN itu sendiri.
“Rekrutmen salah satu faktornya. Tapi yang terutama adalah selama pemerintah masih “memanjakan” BUMN, akibatnya pengelolaannya tidak kompetitif, ujung-ujungnya jadi rugi,” sindir Juliari.
Mengapa disebut dimanjakan? lanjut dia, sebab banyak contoh dimana pemerintah tidak tegas atau membiarkan keberadaan BUMN-BUMN yang tidak performance alias hanya membebani saja.
“Contohnya, ada beberapa BUMN yang sudah merugi beberapa tahun, masih dibiarkan beroperasi. Ada BUMN yang seharusnya bisa mencari permodalan sendiri, dikasih PMN. Kemudian kalau ada proyek-proyek infrastruktur yang besar-besar, BUMN-BUMN selalu mendapatkan keistimewaan yang seringkali disebut sebagai “penugasan”. Sudah dikasih penugasan, modalnya juga dari bank-bank BUMN dengan bunga khusus pula,” sindirnya.
Harusnya, tegas dia, BUMN tidak perlu diberikan keistimewaan-keistimewaan lagi kedepannya, kecuali BUMN-BUMN yang langsung bersentuhan dengan kebutuhan pokok rakyat banyak seperti Bulog atau Pertamina.
“Biarkan BUMN-BUMN tersebut bersaing dengan swasta-swasta nasional,” ujarnya.
Saat ditanya apakah perlu ada perubahan peraturan untuk meningkatkan performance BUMN-BUMN agar lebih baik dan tidak melulu merugi, Juliari mengatakan tidak perlu.
“Gak perlu. Saat ini memang sedang ada pembahasan RUU BUMN,” ungkapnya.
Nantinya, kata dia, dalam revisi UU BUMN tersebut, DPR menginginkan agar BUMN-BUMN fokus pada pengelolaan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.
“Kita tidak ingin BUMN masuk ke semua lini bisnis yang sebenarnya selama ini juga sudah banyak swasta-swasta nasional masuk ke bidang tersebut. Kita ingin BUMN-BUMN sesuai dengan konstitusi pasal 33 ayat 2. Dimana mereka nantinya hanya fokus pada cabang-cabang produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak saja. BUMN tidak perlu menjelma menjadi konglomerasi yang menggarap bisnis dari hulu ke hilir,” tandas Juliari.
Tak hanya itu, Juliari juga mengharapkan agar BUMN yang memiliki modal kuat tak hanya berkutat didalam negeri saja.
“Dan seharusnya BUMN-BUMN yang sudah kuat dan bermodal besar, sudah Go International.Tidak jadi Jago Kandang,” tegas dia.
“Kita ekonomi terbesar di Asean, tapi coba lihat, ada gak BUMN kita yang menjadi perusahaan terbesar di salah satu industri? Gak ada kan? Satu saja kasih contoh. Gak ada. Bahkan, sebagai contoh, bank-bank BUMN kita masuk ke dalam Top 5 Bank terbesar di Asean saja, tidak ada. Jangan-jangan Top Ten saja tidak masuk. Pertamina saja bukan National Oil Company terbesar di Asean. Padahal Pertamina sudah di bisnis migas lebih dari 50 tahun,” sindirnya.