KedaiPena.Com – Kondisi demokrasi, ekonomi dan korupsi saat ini makin memburuk. Padahal, pada awalnya, reformasi diharapkan bisa memperbaiki kondisi bangsa yang rusak akibat korupsi, kolusi dan nepotisme selama 32 tahun Orde Baru berkuasa.
Demikian refleksi aktivis 98 yang juga sosiolog politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun terkait 23 tahun reformasi. Hari ini, 21 Mei 1998, Soeharto secara resmi mengundurkan diri setelah desakan yang muncul secara massif.
Ubedilah menyampaikan refleksi dalam sebuah forum online dengan tema ‘Kala Reformasi Digugat’ yang digelar Nurani 98 dan Mazhab Rawamangun.
Nurani 98 adalah para aktivis 98 yang masih memilih non partisan dan memilih membersamai rakyat.
Sementara Mazhab Rawamangun adalah entitas aktivis & intelektual pro perubahan yang berada di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur.
Selain Ubedilah Badrun, forum tersebut dihadiri eksponen 98 lain seperti Ray Rangkuti, Henry Basel, Dhia Al Uyun, Danar Sirojudin, Arif Susanto, Ahmad Wakil Kamal, Nofrian Fadhil Akbar dan lainnya.
Ubedilah kemudian menyebutkan, menurut data, indeks demokrasi Indonesia angkanya terburuk dalam 14 tahun terakhir hanya mencapai skor 6,30.
“Kebebasan sipil juga rapornya merah, dengan skor 5,59, kebebasan internet juga rapotnya merah dengan skor 49,” ujar Ubed, sapaan dia.
Kondisi ekonomi juga memburuk dengan angka pertumbuhan ekonomi yang masih minus 2,07% pada 2020 dan pada 2021 ini kemungkinan masih minus 1 %.
“Indeks persepsi korupsi Indonesia juga rapornya masih merah hanya mendapat nilai 37 dari rentang nilai 0 sampai 100,” imbuh Ubed.
Kesimpulannya, imbuh Ubed, sudah 23 tahun reformasi, kondisi demokrasi, ekonomi dan korupsi justru makin parah.
Ubedilah menyebut, diperlukan perubahan aktor politik dan sistem politik agar ‘compatible’ dengan keinginan besar rakyat Indonesia agar negeri ini mampu mencapai tujuannya.
“Tujuannya, menjadikan Indonesia negara maju yang sejahterakan rakyatnya, bukan mensejahterakan oligarki,” tutup Ubedilah Badrun.
Laporan: Muhammad Lutfi