KedaiPena.Com – Masyarakat Indonesia resmi menatap tahun 2019, tahun di mana pesta demokrasi Indonesia dimulai. Tepat pada tahun ini Indonesia akan menyelenggarakan pemilihan umum presiden dan pemilihan umum legislatif pada April nanti.
Selaras dengan hal tersebut, tahun 2018 turut dilalui dengan adanya sebuah gerakan bertagar #2019GantiPresiden yang mulanya ramai di perbincangkan di media sosial.
Gerakan tersebut pertama kali digagas oleh politikus PKS Mardani Sera. Gerakan ini kemudian membentuk kelompok dan mendeklarasikan diri hari pada 6 Mei 2018.
Pembentukan gerakan #2019GantiPresiden berawal saat Mardani diundang acara debat di salah satu stasiun TV swasta pada 27 Februari 2018. Selain Mardani, ada beberapa politikus lain yang turut diundang dalam acara itu.
Gerakan tersebut semakin menjadi-jadi selepas deklarasi. Pada akhirnya gerakan ini turut melibatkan Neno Warisman, Ahmad Dhani hingga Ratna Sarumpaet. Dalam perjalananya gerakan ini pun turut berselisih dan ditentang hampir di sejumlah daerah.
Bahkan untuk menghentikan gerakan ini, Pemerintah diduga sampai harus menurunkan Badan Intelijen Negara (BIN). Konflik ini bahkan berlangsung memanas.
Memasuki tahun 2019 tahun yang digadang-gadang akan terjadinya pergantian presiden, seperti apa sebenarnya gerakan ini bergerak dan berdampak kepada masyarakat Indonesia?
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang merupakan partai dari inisiator Gerakan #2019GantiPresiden ini mengungkapkan bahwa aura gerakan tersebut semakin terasa.
Wakil Ketua Dewan Syuro DPP PKS Hidayat Nur Wahid menyebut antusiasme itu tampak nyata saat Prabowo-Sandi menyambangi sejumlah wilayah di Indonesia.
“Yang terjadi di lapangan, kehadiran masyarakat menyambut Pak Prabowo-Sandi juga amat sangat heroik dan selalu membludak,” ujarnya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (2/1/2019).
Menurut Hidayat, #2019GantiPresiden bukan hanya jargon belaka melainkan gerakan nyata yang dari para pendukung Prabowo-Sandi.
“#2019GantiPresiden bukan sekadar ‘hashtag’. Semua larut dalam gerakan nyata, ada yang sebagai timses atau gerakan masyarakat untuk dalam tanda kutip karena hanya ada 2 calon, maka otomatis mendukung pak Prabowo-Sandi,” tuturnya.
Pernyataan Hidayat ini juga didasari dari beredarnya sebuah video deklarasi yang menampilkan Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab memimpin deklarasi #2019GantiPresiden dari Jabal Rahmah, di padang Arafah, Provinsi Mekah bersama warga Indonesia yang bermukim di sana. Video deklarasi itu beredar di media sosial.
Video berdurasi 0:49 detik itu diunggah salah satunya oleh pemilik akun Twitter @pas_rn pada Selasa (1/1/2019) kemarin.
Video tersebut menggambarkan Habib Rizieq yang tengah duduk di tengah di antara sejumlah orang yang ikut deklarasi.
Berbeda, Juru Bicara Pasangan nomor urut 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Irma Suryani Chaniago menilai bahwa gerakan ini sudah layu sebelum berkembang.
Irma, begitu ia disapa mengatakan, semakin layunya gerakan ganti presiden lantaran gerakan tersebut diinisiasi oleh orang-orang pro oposisi dan hal itu jelas secara kasat mata.
“Tetapi bisa kita lihat, partai yang berada di oposisi seperti Demokrat dan PAN yang sebagian kadernya malah dukung petahana. Artinya koalisi mereka rapuh dan tidak solid,” ujar Irma saat dihubungi oleh KedaiPena.Com, Rabu (2/1/2019).
Hal tersebut, menurut Irma, yang membuat masyarakat makin lama sadar bahwa Gerakan Bela Islam termasuk #2019GantiPresiden sudah digiring untuk kepentingan politik.
“Karena tidak satu pun kepentingan Islam yang mereka akomodir, dari hasil ijtima yang diingkari sampai pada tokoh yang mampu jadi imam Sholat dan mampu baca Al Quran,” tegas Irma lagi.
Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati menilai besar kecilnya dan efektif tidaknya gerakan #2019GantiPresiden tergantung pada 3 hal ini.
Ketiga hal ini antara lain ialah isu, logistik dan aktor. Seperti isu, ini terkait dengan upaya untuk menggoreng isu yang digunakan menyerang petahana. Sedangkan logistik soal pendanaan gerakan.
“Kalau aktor terkait dengan otak dan figur kunci yang beretorika kegagalan Jokowi dan memainkan isu umat,” kata Wasisto kepada KedaiPena.Com.
Wasisto menambahkan bahwa gerakan tagar ini selalu punya celah untuk mengeles. Yakni tidak langsung reaktif ketika diserang isu agama dan identitas.
“Namun bukan mereka yang menangkis namun justru elit koalisi Prabowo,” jelas Wasisto.
Hal ini, tegas Wasisto, cukup berbeda dengan kubu pendukung Jokowi, baik partai-partai dan non partai yang langsung sama-sama reaktif dan tidak saling pasang badan.
Laporan: Muhammad Hafidh