TAHUN 2017 yang akan terbit dalam beberapa hari lagi dalam tradisi Cina dipercaya sebagai tahun bershio ayam. Ciri sifat ayam yang menonjol antara lain petualangannya, banyak bicara meski sering tidak dipikirkan dulu, sembrono, galak tapi penakut.
Buku Pintar terbitan 2003 juga menyebut salah satu ciri shio ayam adalah suka membuat suasana tidak nyaman dan enggan menerima pendapat orang lain. Di luar sifat-sifat itu, ayam juga dikenal sebagai hewan aduan untuk memuaskan kepentingan pihak lain, suka berkelahi dan jadi obyek spekulasi seperti judi, sehingga di dalam masyarakat dikenal judi sabung ayam.
Seperti itulah kira-kira ramalan sifat-sifat tahun 2017 berdasarkan kepercayaan shio. Dalam realitasnya berdasarkan gejala yang ada yang terjadi sebelumnya, tahun 2017 sendiri dapat dikatakan sebagai tahun penuh ketidakpastian buat mayoritas rakyat Indonesia.
Ketidakpastian tersebut bisa dikatakan terjadi hampir di semua sektor, dan dapat menimbulkan pesimisme yang sedemkian besar di kalangan masyarakat. Di sektor ekonomi, sepanjang 2016 ini publik dapat merasakan ternyata tidak ada kebijakan pemerintah yang benar-benar pro rakyat yang merupakan terobosan dan hasil dari cara berpikir out of the box.
Program Membangun Indonesia dari Pinggiran dan Poros Maritim misalnya tidak benar-benar menemukan fokus, sehingga mengutip istilah Sukarno hanya sekadar kembang lambe’ belaka, alias gincu pemanis bibir atawa bumbu-bumbu penyedap rasa. Seperti halnya nasi liwet, tengkleng, atau es dawet yang memerlukan bumbu-bumbu.
Di lapangan sosial, politik, budaya, pertahanan, dan keamanan, di sepanjang 2016 ini kita mengalami goncangan yang sedemikian hebat oleh karena adanya sebuah kasus berskala besar, dengan pusat episentrum masalah berupa penistaan agama yang dilakukan Ahok.
Peringatan Bung Karno bahwa ‘’kita belum hidup di bawah sinarnya bulan purnama…’’ ternyata benar adanya, lebih-lebih saat ini warga Jakarta dan masyarakat Indonesia umumnya masih dibayang-bayangi oleh risiko disintegrasi dan ancaman porak porandanya kerukunan antar-umat beragama akibat Basuki ‘’Tjahaja Purnama’’.
Persidangan Ahok kini dilukiskan sebagai drama teatrikal yang penuh apresiasi dan ‘’nilai seni yang tinggi’’, yang bukan hanya bakal menyedot perhatian media tetapi juga bakal menghisap energi aparat keamanan dan aparat hukum.
Kasus Ahok sendiri sebenarnya merupakan perkara yang sudah terang benderang, namun karena ada keperluan (kepentingan) produser dan penulis skenario, maka lighting panggung harus diatur sedemikian rupa, menjadi buram dan remang-remang dengan durasi yang dapat ditarik ulur.
Sampai-sampai panggungnya pun kini digeser ke Ragunan seakan ingin bersaing dengan monyet dan orang utan. Ibarat istilah para ABG zaman sekarang, negeri ini sudah lama menjomblo, sehingga tahun 2017 perlu move on.
Dari mana memulai move on? Dengan menuntaskan kasus terdakwa Ahok yaitu mengenakan hukuman penjara sesuai amanat pasal KUHP dan merujuk pada kasus penistaan agama yang terjadi sebelumnya, dimana pelakunya masuk bui.
Persidangan tidak perlu dibikin berlama-lama dengan dalih teknis/prosedural seperti perdebatan intepretasi fakta hukum. Kondisi ini malah akan memicu ekses negatif dan runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap supremasi hukum yang harus berkeadilan dan harus ditegakkan.
Dengan dituntaskannya kasus Ahok bangsa ini bisa move on di 2017, menata kembali toleransi sosial, kerukunan antar umat beragama, dan menjalankan demokrasi dengan landasan etika serta integritas moral yang sehat. Indonesia hari ini sudah ibarat nenek yang meringis-ringis ditinggal sendirian.
Belum terlalu tua tapi sudah pikun, matanya rabun disamarkan kasus, telinganya tipis mudah tersinggung, mulutnya bawel banyak maunya, sedang badannya bungkuk bukan karena rematik, melainkan karena terlalu lama dijajah, terbiasa membungkuk sebagai inlander, sehingga lupa caranya berdiri tegak.
Waktu tadi malam saya move on dengan naik bus Transjakarta di sepanjang jalan banyak bertebaran foto Ahok, di dekat pintu masuk bus sekilas saya lihat stiker kecil bertuliskan: A bad attitude is like a dirty car, you can go far, but still look dirty. Sikap yang buruk seperti mobil kotor. Anda bisa pergi jauh, tetapi tetap kelihatan kotor. Meski bukan kesengajaan kalimat itu rasanya mengena buat Ahok yang belakangan ini dikabarkan sedang gencar memulihkan citra diri dengan berbagai jurus dan gaya akrobat.
Oleh Arief Gunawan Rachmat Wartawan Senior