KedaiPena.Com – Dalam laporan terbaru Rainforest Action Network (RAN), masih ditemukan hutan hujan tropis yang terus menyusut. Lahan gambut yang dikeringkan, dan konflik yang masih terus terjadi antara masyarakat dengan perusahaan, membuat perlindungan hukum pada Ekosistem Leuser masih terus terancam, meskipun sudah ada moratorium pembukaan lahan baru untuk kelapa sawit.
Demikian disampaikan Leoni Rahmawati, Koordinator RAN dalam keterangan kepada KedaiPena.Com, Senin (7/11).
“Moratorium ditetapkan menjadi undang-undang pada April 2016, kendati banyak perusahaan yang menghormati instruksi pemerintah untuk menghentikan pembukaan hutan, namun pelaku kejahatan, yang menjadi “Penyebab Kelapa Sawit Bermasalah”, disebutkan dalam laporan sebagai penyebab terus terjadinya perusakan terhadap hutan hujan dan lahan gambut di dataran rendah yang paling berharga,” kata dia.
Laporan tersebut menunjukkan terjadinya pembukaan hutan terbaru yang terdeteksi melalui analisis satelit pada September 2016, menghabiskan beberapa habitat terakhir tempat gajah Sumatra dan orangutan, dengan tingkat penebangan hutan meningkat pesat. Di bulan September terlihat peningkatan kerusakan hutan tiga kali lipat dari bulan Agustus, sedangkan kerusakan di bulan Agustus sudah lebih besar dibandingkan Juli.
“Moratorium ekspansi kelapa sawit oleh Pemerintah Indonesia dan upaya untuk menghentikan pelaku kejahatan perusak lahan gambut di Ekosistem Leuser merupakan sebuah harapan. Dan masyarakat internasional harus mengambil langkah dengan terus mendukung upaya perlindungan hutan dan lahan gambut di Indonesia, termasuk Leuser,” sambungnya.
“Menghentikan perusakan hutan dan lahan gambut, dan kebakaran hutan yang sengaja dilakukan untuk perluasan industri perkebunan kelapa sawit, akan mengurangi jejak karbon Indonesia, mengurangi tingkat krisis tahunan akibat kabut asap dan mengamankan kehidupan dan mata pencaharian masyarakat yang tak terhitung jumlahnya. Terlalu banyak yang dipertaruhkan. Kita semua harus menjalankan bagian kita untuk menghentikan perluasan kelapa sawit bermasalah dan melindungi Ekosistem Leuser,” sambung dia.
Laporan terbaru tersebut juga membahas adanya peluang rencana pembangunan Indonesia baru untuk provinsi Aceh, yang meliputi perlindungan pada Ekosistem Leuser, mengamankan perdamaian dan mata pencaharian, dan menciptakan peluang ekonomi baru untuk masyarakat setempat.
Laporan ini dirilis sehari sebelum pembacaan keputusan gugatan perdata warga negara Indonesia yang menolak Rencana Tata Ruang Aceh, harus ditegakkan demi mempertahankan perlindungan hukum bagi Ekosistem Leuser saat ini.
Rekomendasi penting yang diuraikan dalam laporan RAN meliputi: ‘Tiga Pemain Besar’ yang beresiko melakukan pembelian kelapa sawit bermasalah dari Ekosistem Leuser harus memberikan insentif nyata bagi suplier mereka yang dapat menegakkan moratorium hutan dan lahan gambut.
“Pemerintah Indonesia harus menolak Rencana Tata Ruang Aceh yang cacat hukum dan menjamin perlindungan hukum atas Ekosistem Leuser; memastikan penegakan moratorium pembukaan hutan dan lahan gambut,” tegas dia.
“Cegah kebakaran dan menuntut perusahaan yang melanggar hukum. 20 merk makanan ringan yang belum mengambil tindakanĂ‚Â seperti PepsiCo, Kraft Heinz, Nissin Foods, Toyo Suisan dan Tyson Foods, karena terus mengambil bahan baku dari daerah bermasalah seperti Ekosistem Leuser juga harus lebih bertanggung jawab pada rantai pasok mereka,” ia menegaskan.
“Konsumen di seluruh dunia memiliki tanggung jawab bersama untuk memastikan bahwa Ekosistem Leuser tidak dihancurkan untuk kelapa sawit murah bermasalah dengan menuntut 20 produsen makanan ringan agar bertanggung jawab atas dampak penggunaan kelapa sawit mereka,” pungkas dia.
Laporan: Irwan Nopiyanto